Pemprov Riau Cabut Status Darurat Pencemaran Udara Karhutla

Rabu, 02 Oktober 2019

Petugas berusaha memadamkan semak yang terbakar di tengah pekatnya asap ketika terjadi kebakaran lahan gambut di Pekanbaru, Riau, 3 Agustus 2019.

GILANGNEWS.COM - Pemerintah Provinsi Riau menyatakan status darurat pencemaran udara di daerah itu akibat kebakaran lahan dan hutan (karhutla) resmi berakhir pada 30 September 2019. Hal itu didasarkan pada rapat bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seiring berkurangnya titik api.

Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Riau Ahmadsyah Harrofie mengatakan hasil laporan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dalam tiga hari terakhir di wilayah Pekanbaru, Siak, Kampar, Dumai, Rokan Hilir, dan Bengkalis, menunjukkan kualitas udara di daerah itu di level baik hingga sedang.

"Dari data hotspot 30 September 2019, dengan level confidence di atas 70 persen hasilnya nihil atau tidak ada titik api. Karena itu mulai 1 Oktober 2019 semua Posko Rumah Singgah atau Posko Evakuasi Korban Asap ditutup," ujar Ahmadsyah Harrofie di Pekanbaru, Riau, Rabu (2/10) seperti dilansir media.

Sebelumnya pada 23 September lalu, Pemprov Riau menetapkan status daerahnya sebagai wilayah darurat pencemaran udara. Dengan keputusan itu, Pemprov telah menyiapkan sejumlah posko pengobatan bagi korban kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan.

Sementara itu di tingkat nasional, polisi telah menetapkan 323 orang dan 11 korporasi sebagai tersangka penyebab karhutla. Penetapan tersangka dilakukan enam Polda yang menangani kasus karhutla, yakni Polda Riau, Polda Jambi, Polda Sumatera Selatan, Polda Kalimantan Barat, Polda Kalimantan Tengah dan Polda Kalimantan Selatan.

Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Pol Muhammad Fadil Imran mengatakan penetapan tersangka itu berawal dari 281 laporan polisi yang masuk.

"Terhadap area [karhutla] tersebut kami beri police line. Kami olah TKP, turun dengan ahli, KLHK, penyidik. Terhadap area terbakar yang sudah dinyatakan dalam proses penyelidikan dan penyidikan walaupun akan turun musim hujan, penegakan hukum tidak berhenti," kata Fadil.

Secara keseluruhan, KLHK menyampaikan telah menyegel lahan-lahan milik 62 perusahaan yang terbakar dan mengakibatkan karhutla hingga Minggu (29/9).

Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLHK Rasio Ridho Sani alias Roy menyatakan dari daftar itu ada 20 perusahaan asing. Dari data yang dipaparkan KLHK, ada sembilan perusahaan asal Singapura, enam perusahaan Malaysia, satu perusahaan Hong Kong, dan empat perusahaan asing yang tak disebutkan asal negaranya.

Lahan yang terbakar tercatat sebagian besar adalah perkebunan sawit. Lahan-lahan itu tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Riau, dan Sumatra Selatan.

Sementara itu, ada 44 perusahaan lainnya yang berstatus penanaman modal dalam negeri (PMDN). Meski begitu Roy menyatakan ada beberapa di antaranya yang dipimpin oleh warga negara Singapura dan Malaysia.

Ada sebanyak 328.724 hektare lahan terbakar sepanjang 2019. BNPB mencatat ada 919.516 orang yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) karena karhutla. Mereka juga menaksir kerugian berkisar di angka Rp66,3 miliar.