Nasional

MPR Bahas Pemulihan Ekonomi Nasional Dengan Peningkatan Ekspor Melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensi

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

GILANGNEWS.COM - Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) melakukan pembahasan pemulihan ekonomi nasional dengan upaya peningkatan ekspor melalui pemanfaatan dari Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yang telah disepakati negara-negara ASEAN. Termasuk Indonesia bersama lima negara besar yakni Australia, New Zealand, China, Jepang dan Korea Selatan.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) pada acara pembukaan pembahasan yang dihadiri dan diikuti diantaranya Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Dosen Institut Pertanian Bogor yang juga mantan Wakil Menteri Perdagangan pada Kabinet Indonesia Bersatu II Dr Bayu Krisnamurthi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi PhD.

Serta para narasumber pembahas, antara lain Prof Devanto Shasta Pratomo Ph.D (Universitas Brawijaya); Prof. Dr. Ina Primiana (Universitas Padjadjaran); Mohammad Dian Revindo Ph.D (LPEM Universitas Indonesia), Dr. Piter Abdullah (Center of Reform on Economic); dan Bernardino Vega (KADIN Indonesia).

Indonesia saat ini sudah seharusnya memanfaatkan Regional Comprehensive Economic Partnership. Untuk melakukan peningkatan ekspor, sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional. Mengingat posisi Indonesia sebagai negara yang menginisiasi terciptanya perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership itu.

"Keuntungan yang diperoleh antara lain meningkatkan ekspor ke negara-negara peserta RCEP hingga 8-11 persen, menarik investasi hingga 18-22 persen, dan mendorong ekspor hingga 7,2 persen," ujar Bamsoet dalam pembukaan pembahasan Regional Comprehensive Economic Partnership, di Gedung MPR RI Jakarta, Jumat (11/12/2020).

Pada kesempatan itu Bamsoet mengingatkan, dampak positif Regional Comprehensive Economic Partnership hanya dapat dimanfaatkan apabila Indonesia mempunyai daya saing yang tangguh. Jika tidak, Regional Comprehensive Economic Partnership hanya menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar strategis bagi membanjirnya produk-produk impor negara-negara anggota Regional Comprehensive Economic Partnership lainnya.

"Dalam Indeks Daya Saing Global Tahun 2019 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia, Indonesia turun peringkat ke posisi 50, dari sebelumnya pada tahun 2018 berada di posisi 45. Sementara penilaian International Institute for Management Development (IMD) yang merilis World Competitiveness Ranking 2020, peringkat daya saing Indonesia juga mengalami penurunan ke posisi 40, dari sebelumnya di tahun 2019 berada di posisi posisi 32 dari 63 negara," tutur Bamsoet.

Menteri Perdagangan RI Agus Suparmanto menjelaskan, Regional Comprehensive Economic Partnership merupakan perjanjian perdagangan terbesar dunia karena melibatkan 29,6 persen penduduk dunia, 30,2 persen GDP (gross domestic product) dunia, 27,4 persen perdagangan dunia, dan 29,8 persen FDI (foreign direct investment) dunia.

"Cost yang dikeluarkan Indonesia akan lebih besar jika tidak ikut andil dalam Regional Comprehensive Economic Partnership. Keikutsertaan Indonesia dalam Regional Comprehensive Economic Partnership berpotensi meningkatkan kesejahteraan sebesar USD 1,516 juta, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26 persen. Kita bisa memaksimalkan berbagai sektor strategis seperti pertanian, mining, wood product, paper, chemical/rubber/plastic," jelas Agus Suparmanto.


Tulis Komentar