Legislator

Pertemuan Tertutup dengan Aparat Hukum di Riau, Komisi III DPR RI Pertanyakan Penanganan Hukum Kasus

Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya usai pertemuan dengan aparat hukum di Riau, Jumat siang.

GILANGNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI menggelar pertemuan dengan aparat penegak hukum yang ada di Provinsi Riau, Jumat (6/4/2018) siang, bertempat di Hotel Pangeran Pekanbaru. Pada pertemuan yang berlangsung tertutup ini, ada tiga hal yang dibahas.

Ketua rombongan tim Komisi III DPR RI Trimedya menuturkan, pertemuan tersebut merupakan kunjungan spesifik dari Dewan Perwakilan Rakyat terhadap kasus-kasus yang menarik perhatian, di mana untuk Riau, salah satu yang dipertanyakan diantaranya adalah kasus Poniman.

"Ya, salah satunya soal Poniman, kan ada pengaduan masyarakat yang masuk terkait sengketa tanah. Kita harap ini agar ada equality before the law (persamaan di mata hukum, red). Kita mengawal itu. Bukan menginterfensi soal kasus tanahnya, tapi proses penegakkan hukum," ungkap Trimedya.

Beralasan terangnya, karena dari pengaduan yang diterima Komisi III, diduga ada kejanggalan dalam penanganan perkara tersebut. "Makanya kita tanya lebih dulu dari penegak hukumnya di sini. Nanti kita panggil pihak lainnya, ini kan berkembang. Untuk yang sekarang, Kita dalami keterangan Kapolda dan Kajati," kata dia.

Trimedya memastikan, pembahasan atas kasus Poniman tersebut tidak ada intervensi hukum apapun. "Intervensi hukum tidak ada, karena equality before the law itu yang penting. Hukum harus dilakukan secara profesional dan proporsional, sehingga wasangka bisa ditepis," singkatnya.

Sebelum ini, Komisi III juga sudah pernah melakukan rapat dengar pendapat (RDP) atas kasus yang menjerat Poniman. "Sudah (RDP), namun tempo hari itu, kita undang Kapolda namun tidak hadir. Yang sekarang ini tujuannya pendalaman," pungkas Trimedya.

Perjalanan Kasus Poniman

Seperti yang diberitakan sebelumnya, kasus Poniman bermula pada 8 Juni 2016 saat Jon Mathias yang mewakili PT Berkah Mitra Kumala (BMK) melaporkannya ke Polresta Pekanbaru dengan tuduhan pemalsuan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) sebidang lahan di Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru.

Atas laporan tersebut, Poniman kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 14 Maret 2017 dan ditahan pada 19 Oktober 2017. Kemudian, Poniman melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan pada 24 November 2017 di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Meski masih dalam proses praperadilan, Kejari Pekanbaru tetap menerima berkas perkara Poniman dan dinyatakan P-21 pada 18 Desember 2017. Selanjutnya, Putusan Praperadilan PN Pekanbaru pada 20 Desember 2017 menyatakan penetapan Poniman sebagai Tersangka tidak sah dan memerintahkan agar Poniman dikeluarkan dari tahahan.

Walau demikian, Kejari Pekanbaru tetap menahan Poniman dengan alasan tidak ikut sebagai termohon dalam praperadilan. Kejari Pekanbaru tetap melimpahkan berkas perkaranya ke PN Pekanbaru pada 21 Desember 2017, atau satu hari setelah status tersangka Poniman dinyatakan gugur.

Eksepsi yang diajukan kuasa hukum Poniman akhirnya dikabulkan dalam putusan sela tertanggal 22 Januari 2018. Adapun isi putusannya antara lain adalah menyatakan surat dakwaan tidak dapat diterima dan membebaskan Poniman dari Rutan Klas II B Pekanbaru.

Kemudian pada hari yang sama, selang Poniman keluar dari Rutan, ia kembali diamankan aparat Polresta Pekanbaru dengan atas Sprindik baru yang ditandatangani pada hari yang sama juga.

Ketua Tim Kuasa Hukum Poniman Augustinus Hutajulu, waktu itu mengatakan, penahanan Poniman serta pelimpahan berkasnya oleh Jaksa Penuntut Umum Kejari Pekanbaru ke PN Pekanbaru tertanggal 23 Januari 2018 menjadi tidak sah berdasarkan putusan Praperadian.


Tulis Komentar