Riau

Tim Jaksa Dampingi Penyidik Polda Riau Cek Lahan PT Tesso Indah

GILANGNEWS.COM - Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Riau bekerja sama menangani perkara kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melibatkan PT Tesso Indah di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu). Dalam penyidikan, jaksa ikut langsung mendampingu penyidik ke lahan yang terbakar.

Wakil Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Fibri Karpiananto, mengadakan, tim masih di lokasi PT Tesso Indah. "Hari ini cek TKP bersama jaksa," ujar Fibri, di Pekanbaru, Senin (21/10/2019).

Hal itu juga dibenarkan oleh Asisten Pidana Umum (Pidum) Kejari Riau, Syofyan Sele. Menurutnya, jaksa langsung dilibatkan ke lokasi lahan terbakar untuk mempermudah proses penyidikan.

Terkait Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara PT Tesso Indah, Sofyan, mengaku sudah menerimanya. "Tadi (siang) baru saya terima dari sekretariat," kata Sofyan.

Sofyan menyebutkan, akan menunjuk jaksa peneliti dalam perkara PT Tesso Indah. "Nantinya jaksa akan meneliti berkas dari penyidik," kata Sofyan.

Direktur Reskrimsus Polda Riau, AKBP Andri Sudarmadi, mengadakan perkara Karhutla PT Tesso Indah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan pada 15 Oktober lalu. Pada 16 Oktober, SPDP dikirim ke Kejati Riau.

Andri menjelaskan, dua blok PT TI yang terbakar lokasinya cukup berjauhan di Desa Rantau Bakung, Kecamatan Rengat Barat. Blok T, persisnya di areal 18 hingga 20, ada 37,25 hektare terbakar.

Selanjutnya Blok N, di areal 14 hingga 16 ada 31,8 hektare terbakar. Blok N ini dekat dengan tempat tinggal karyawan serta tidak sulit ditempuh.

Dalam perkara ini, PT Tesso Indah diancam dengan Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun, denda maksimal Rp 10 miliar.

Selain itu juga dijerat dengan pasal 99 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ancaman hukuman minimal Rp 1 miliarr dan maksimal Rp 3 miliar.

“Modus operandinya perusahaan sengaja atau lalai tidak menyiapkan sarana dan prasarana, dana yang memadai, SOP dan sumber daya manusia atau pegawai untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan,” papar Andri.


Tulis Komentar