Nasional

PPKM Mikro ala Jokowi Yang Ramai Dikritik Untuk Covid-19

Ilustrasi.

GILANGNEWS.COM - Sejumlah pihak mengkritik penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM mikro. Pasalnya, kebijakan itu tak ampuh menekan laju penularan covid-19 di Indonesia.

Kritik itu salah satunya disampaikan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah meminta ketegasan pemerintah dalam menangani lonjakan kasus penularan covid-19.

 
 

Ia juga meminta agar kebijakan pemerintah tidak hanya sekadar judul dan lemah dalam implementasi. Menurutnya, rekor kasus positif harian menunjukkan pemerintah gagal dalam mengendalikan pandemi sejak awal.

"Misalnya PPKM mikro, ya dijalankan atau lockdown dijalankan. Jangan judulnya PPKM, tapi hajatan masih ada. Kumpul tidak dibubarkan," ucap Hanif kepada CNNIndonesia.com, Kamis (24/6).

Menurut Hanif, pemerintah harus bergerak cepat. Hal ini karena tenaga kesehatan terutama perawat di lima provinsi di Pulau Jawa saat ini mulai kewalahan, akibat lonjakan kasus positif.

Ia sendiri telah meminta tambahan jumlah tenaga kesehatan. Tak hanya perawat, tapi juga dokter, bidang, ahli gizi, hingga tenaga laboratorium. Selain itu, Hanif meminta pemerintah juga menyelamatkan rumah sakit. Masalahnya, banyak rumah sakit yang mulai angkat tangan karena kekurangan oksigen.

Lalu, terdapat 324 tenaga kesehatan yang terpapar covid-19. Dari total tersebut, 24 orang meninggal dunia.

Kritik terkait kebijakan PPKM mikro juga datang dari kalangan politikus. Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengatakan PPKM mikro terbukti tidak efektif menekan jumlah penularan covid-19.

Maka itu, ia meminta pemerintah segera menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau lockdown total.

"PPKM skala mikro terbukti tidak efektif menahan mobilitas masyarakat. Akibatnya lonjakan kasus Covid-19 sulit dikendalikan. Pemerintah harus segera berlakukan PSBB, bahkan lockdown total," kata Netty.

Menurut dia, pengendalian pandemi covid-19 hanya bisa dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Jika pemerintah membuat kebijakan yang setengah hati, maka penanganan pandemi tak akan berjalan efektif.

"Masyarakat harus dipaksa agar disiplin protokol kesehatan melalui aturan yang ketat dan tegas," ucap Netty.

Senada, Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay juga mengusulkan lockdown total. Namun, lockdown hanya dilakukan pada akhir pekan.

"Kalau saya masih tetap mendorong lockdown akhir pekan. Karena kayaknya kalau lockdown langsung begitu, kayaknya pemerintah enggak sanggup, tapi kalau lockdown akhir pekan masih bisa," ucap Saleh.

Menurutnya, lockdown akhir pekan tak akan mengganggu roda perekonomian. Selain itu, distribusi pangan juga masih dapat berjalan normal.

"Kalau lockdown akhir pekan kan kegiatan ekonomi masih tetap jalan selama lima hari. Dan sebetulnya kalau distribusi pangan itu tetap boleh walaupun lockdown akhir pekan," pungkas Saleh.

Sebagai informasi, data pemerintah menunjukkan kasus baru positif covid-19 bertambah 18.872 per Jumat (25/6). Artinya, total kasus positif di Indonesia sudah mencapai 2.072.867.

Presiden Joko Widodo sendiri sudah menolak kebijakan lockdown. Menurutnya, kebijakan PPKM Mikro sudah menjadi paling tepat di tengah kasus positif Covid-19 yang terus pecahkan rekor.


Tulis Komentar