GILANGNEWS.COM - Menjelang Pilkada Serentak 2018, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengingatkan potensi penyelewengan dana bantuan sosial (bansos) dan hibah oleh calon petahana. Selain rawan dikorupsi, dana tersebut rentan dijadikan bancakan ongkos politik mengikuti Pilkada.
Peneliti FITRA, Gurnadi Ridwan mengungkapkan, adanya kecenderungan kenaikan anggaran bansos menjelang tahun politik. "Dana bansos dan hibah ini digunakan petahana untuk menabung modal sosial yang dipergunakan sebagai bagian dari politik pencitraan," katanya di Jakarta, kemarin.
FITRA mencatat, ada sembilan daerah yang meningkatkan belanja hibah dan bansos pada 2017. Sembilan daerah itu adalah Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Donggala, Kabupaten Garut, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Dieiyai, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan.
"Rata-rata sembilan daerah tersebut meningkatkan belanja bansos sebesar 35,4 persen menjelang pilkada," paparnya.
Modus yang digunakan adalah menyalurkan dana tersebut kepada penerima fiktif hingga pemotongan dana hibah yang diberikan kepada masyarakat seperti yang terjadi di Banten pada 2015.
Gurnadi menerangkan, penganggaran dana bansos dan hibah dilakukan mulai dari pengajuan oleh kepala daerah yang diteruskan kepada Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk menentukan besaran anggaran.
"Intervensi kepala daerah sangat mungkin dilakukan dalam penyusunan anggaran yang dituangkan dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk kemudian dibahas dengan DPRD," imbuhnya.
Terkait hal ini, FITRA meminta pemerintah untuk mengawasi dana bansos dan hibah dengan melihat tren kenaikan anggaran dari tahun-tahun sebelumnya. Jika naik drastis, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) perlu memperinci kenaikan tersebut apakah relevan dengan peruntukannya di lapangan atau justru hanya dijadikan sebagai celah korupsi bagi petahana untuk kepentingan pilkada.
Selain itu, proses perumusan anggaran dana bansos dan hibah harus dilakukan secara transparan dengan dengan mempublikasikan penerima dana tersebut sejak disahkannya dokumen KUA-PPAS sehingga ada kontrol dari masyarakat.
"Pengawasan yang paling bisa diandalkan adalah melibatkan masyarakat, dengan begitu proses pembahasan anggaran diselesaikan dan dilakukan secara transparan," tandasnya.
Sekjen FITRA, Yenny Sucipto, mengatakan selain adanya peningkatan dana bansos yang rawan diselewengkan celah lainnya adalah mark down Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pihaknya mencatat, PAD di provinsi peserta Pilkada rata-rata mengalami penurunan sebesar 7 persen dari total belanja PAD tahun 2017.
"Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah jadi provinsi yang memiliki penurunan terbesar. Rata-rata Rp 7,2 miliar," sebutnya.
FITRA juga mencatat penurunan PAD di beberapa kota yang akan menyelenggarakan Pilkada. Pada 2016 PAD Kota Bandung sebesar Rp 2,15 triliun, tapi pada 2017 menjadi Rp978 miliar atau menurun sebesar 45 persen.
Sementara Kota Bekasi mengalami penurunan sebesar 42,2 persendari Rp1,6 triliun tahun 2016 menjadi Rp 677 miliar.
Sumber | : | rmol.com |
Editor | : | Septian Nandy |