Pengamat Soal Dewas KPK: Jokowi Ingin Tutupi 'Nasi Basi'

Ahad, 22 Desember 2019 | 10:28:53 WIB
Pengamat menilai anggota Dewas berlatar belakang baik, namun sistemnya yang buruk.

GILANGNEWS.COM - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyebut Presiden Jokowi berupaya menutupi keburukan sistem dalam UU KPK hasil revisi dengan memilih anggota Dewan Pengawas (Dewas) yang berlatar belakang baik.

"Dewas itu ibarat tudung saji yang bagus. Jokowi hendak menutupi nasi dan sambal basi kealpaan UU KPK dengan tudung saji itu," ucap Feri melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/12).

"Jadi Dewas itu sistem yang buruk tetapi hendak ditutupi dengan orang-orang baik. Meski Dewas di isi orang-orang baik, tapi sistemnya tetap buruk," imbuh dia.

  • Baca Juga Terungkap! Pelaku Bom Bunuh Diri Katedral Makassar Diduga 2 Orang Naik Motor
  • Baca Juga Angkat Bicara! Kapolda Riau Sebut Pengamanan terhadap Masyarakat Selalu Berjalan
  • Baca Juga Breaking News! Bom Makassar, Walikota Ungkap Tak Ada Korban di Dalam Gereja Katedral
  • Baca Juga Sadis! Bom Bunuh Diri Terjadi di Gereja Katedral Makassar, Potongan Tubuh Berserakan
  • Feri mengamini bahwa anggota Dewas yang dilantik Jokowi berlatar belakang baik dan akan membawa suasana kerja yang positif. Akan tetapi, itu bukan jaminan Dewas bisa bekerja ideal dalam empat tahun ke depan karena sistemnya salah.

    "Terutama karena sistem yang dibangun UU baru sangat buruk karena menempatkan orang-orang presiden," kata Feri.

    Menurut dia, problem sebenarnya berada pada sistem yang terbangun akibat revisi UU KPK, yakni keberadaan Dewan Pengawas itu sendiri.

    Feri menjelaskan bahwa posisi Dewas sangat penting dalam KPK berdasarkan UU No. 19 tahun 2019. Jauh lebih penting ketimbang pimpinan KPK yang diketuai Komjen Pol Firli Bahuri.

    Dewas memiliki kewenangan yang bersifat pro justisia hingga mengawasi etik pimpinan KPK. Perjalanan kasus yang ditangani KPK pun bergantung pada keputusan Dewas.

    Dengan demikian, kata dia, pimpinan KPK periode 2019-2023 hanya sebatas penyelenggara administratif. Kewenangan-kewenangan penting dimiliki oleh Dewas.

    "Dewas memang sengaja diisi figur-figur baik, tetapi problematika kan tidak soal figur baik, tetapi sistem buruk yang dibawa UU KPK," tambah Feri.

    Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi, Abdul Ficar Hadjar, meminta publik harus tetap kritis terhadap kinerja Dewas meskipun saat ini diisi oleh orang-orang yang memiliki citra baik.

    "Jangan sampai menjadi jebakan batman buat kita, bahwa kemudian [figur Dewas membuat] kita menyetujui sistem itu," ucapnya.

    Ia bahkan menilai KPK potensial menjadi alat penguasa untuk menjatuhkan lawan politiknya lewat Dewas.

    "Sepanjang kewenangannya diangkat oleh Presiden, potensinya sangat besar," kata Ficar.

    Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Misbah Hasan cemas kewenangan besar yang dimiliki Dewas berpengaruh kepada operasi tangkap tangan (OTT) yang selama ini sering dilakukan KPK.

    "Dewan Pengawas juga jangan sampai malah dituding menjadi biang masalah dalam efektivitas KPK untuk melakukan OTT. Melainkan, justru kegiatan OTT KPK harus lebih meningkat progress-nya," kata dia

    Sebelumnya, Presiden Jokowi telah melantik Dewas KPK berbarengan dengan pimpinan baru KPK periode 2019-2023 pada Jumat (20/12).

    Mereka yang dipercaya sebagai Dewas adalah sejumlah tokoh yang terkenal berintegritas, yakni Tumpak Hatorangan Panggabean, Albertina Ho, Harjono, Syamsuddin Haris, dan Artidjo Alkostar.

    Terkini

    Komisi 1 Bongkar Dugaan Prostitusi Terselubung di SM Amin

    Selasa, 24 Desember 2024 | 03:20:00 WIB