Mengutip media, virus corona telah mengguncang pasar China, dan mengacaukan rencana liburan Tahun Baru Imlek. Biasanya, Tahun Baru Imlek menjadi musim migrasi manusia tahunan terbesar, di mana ratusan juta pelancong China menjejal diri masuk pesawat, kereta, hingga bus.
Namun, tidak dengan tahun ini, di mana virus corona telah mengakibatkan pemerintah setempat menutup sebagian besar akses keluar dan masuk ke Wuhan, Hubei, China. Kota berpenduduk 11 juta itu disinyalir jadi tempat virus corona lahir dan berkembang biak.
Pemerintah setempat juga melarang bus dan kereta beroperasi dari dan ke Wuhan, termasuk memerintahkan maskapai penerbangan untuk menawarkan pembatalan kepada penumpang mereka secara cuma-cuma alias gratis.
Direktur Riset Pasar China Rhodium Group Logan Wright mengatakan apabila persoalan virus corona gagal diatasi dengan cepat, maka ekonomi China bakal semakin terpukul. "Jika ingin menyeimbangkan kembali ekonomi China, virus corona ini adalah peristiwa terakhir yang ingin Anda saksikan," ujarnya, Minggu (26/1).
Diketahui, ekonomi negara terbesar kedua di dunia itu tumbuh lebih lambat pertama kali nyris dalam tiga dekade terakhir. China menghadapi persoalan peningkatan utang, pelemahan daya beli. Tak cuma itu, China juga tengah dilanda kekhawatiran gelombang pengangguran.
Apalagi, Ekonom ING Robert Carnell menuturkan serangan tarif impor senilai miliaran dolar AS belum hilang, meski kedua negara mencatat progres dalam kesepakatan.
"Saat ini, ekonomi China dalam mode mengelola (manage) untuk mencoba mengimbangi dampak perang dagang. Virus corona akan semakin tidak menguntungkan" imbuh dia.
Virus corona yang mewabah di sebagian besar daratan China saat ini, disebut Studi Institut Kesehatan Nasional di China, persis seperti wabah SARS (severe acute respiratory syndrome) yang menyerang China pada 2003 silam.
Ketika itu, SARS mengakibatkan 8.098 orang terjangkit dan 774 orang meninggal dunia di 37 negara berbeda. Kerugian ekonomi akibat SARS mencapai US$40 miliar dan China bersama Hong Kong menanggung beban ekonomi terbesar pada saat itu.
Tak ubahnya SARS, Pemerintah China juga mulai mewanti-wanti kerugian ekonomi dari virus corona. Wabah ini akan memberi pukulan besar, terutama bagi sektor jasa yang menyumbang 52 persen terhadap perekonomian China.
"Ketika masyarakat khawatir, mereka akan tinggal di rumah, tidak pergi ke food court, tidak akan bepergian dengan transportasi umum, dan berusaha bekerja dari rumah. Masyarakat juga tak akan mencari kesenangan di luar, tidak akan menggunakan pesawat, tidak akan pergi ke bioskop, dan restoran," terang Carnell.
Akibatnya, ekonomi China tidak berjalan. Investor bahkan sudah mengkhawatirkan virus ini mewabah dan menghantam ekonomi China. Pada pekan lalu, saham tiga maskapai utama di China, yakni Air China, China Southern, dan China Eastern, ditutup lebih rendah 2,5 persen karena kasus virus corona menyeruak.
Analis Ekuitas Jefferies Andrew Lee memperkirakan sektor penerbangan China masih akan di bawah tekanan karena kasus virus corona terus meningkat.
Berdasarkan data Macquarie Group, saat SARS mewabah hampir 17 tahun lalu, ekonomi China merosot jadi 9,1 persen pada kuartal III 2003, turun dari 11,1 persen pada kuartal pertama 2003.
Kali ini, pukulan virus corona terhadap ekonomi China bisa lebih buruk, mengingat sektor-sektor yang terkena dampak langsung menjadi bagian yang lebih besar dari ekonomi China.
Ekonom Commerzbank Hao Zhou dan Marco Wagner mengungkap sektor pariwisata, misalnya, menyumbang sekitar 5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) China. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan kontribusinya pada 2003 lalu yang hanya 2 persen.
"Jika sejarah adalah panduan, jelas ada risiko bahwa China yang ekonominya sedang berjuang akan menghadapi tantangan lebih lanjut apabila virus corona di Wuhan tidak dapat dikendalikan," tulis kedua ekonom tersebut.
Selain itu, Hao dan Wagner menambahkan wabah SARS pada saat itu hanya berumur pendek. Buktinya, pertumbuhan China pulih dengan cepat dan naik menjadi 10 persen.
Tulis Komentar