Nasional

Cerita Tokoh Masyarakat soal Sulitnya Edukasi COVID-19 ke Warga Bangkalan

Warga Bangkalan diberi masker/Foto: Istimewa

GILANGNEWS.COM - Banyak warga di beberapa desa di Bangkalan mengalami gangguan pada indera penciuman. Ada juga yang batuk, pilek hingga demam tinggi.

"Hampir merata di Desa Kampak Kecamatan Geger, Banyoneng Dajah, Bayoneng Laok semua Kecamatan Geger. Terus Desa Klapayan, Desa Sereh Kecamatan Sepuluh. Saya sendiri di Banyoneng Dajah itu hampir masyarakat semuanya sakit," kata Tokoh Masyarakat dan Aktivis Pemerhati COVID-19 di Bangkalan, Irham Lira kepada detikcom, Rabu (16/6/2021).

"Sakitnya rata-rata panas, demam tinggi, batuk, pilek, flu, radang tenggorokan. Tiap rumah itu, hampir semuanya mengalami itu. Otomatis gajala (COVID-19) mereka juga kehilangan indra penciuman dan pembauan," imbuhnya.

Irham mengaku tidak bisa memastikan apakah gejala tersebut dirasakan warga di semua desa di Bangkalan. Namun ia memastikan, banyak warga di 4 kecamatan yang menjadi episentrum COVID-19, yang merasakan sederet gejala tersebut. Yakni di Kecamatan Bangkalan, Arosbaya, Klampis dan Geger.

Menurutnya, biasanya gejala seperti itu tidak berlangsung lama, paling sekitar 3-5 hari saja. Namun kali ini sampai 10 hari.

"Sejak 10 hari ini lah. Gejala sudah menuju ke arah COVID, walau tidak ada tes massal ya nggak tahu. Yang pasti hampir semua merasakan gejala itu," papar Irham.

"Dulu sebelum ada COVID biasanya 3-5 hari sudah sembuh, sekarang ini nggak, dokter juga tutup, masyarakat tidak tahu harus bagaimana. Saya mengedukasi, saya suruh makan bawang putih, obat-obatan tradisional seperti mengkudu saya suruh jus, sereh, jahe," jelasnya.

Ia berinisiatif untuk mengedukasi masyarakat agar menerapkan protokol kesehatan dan pencegahannya. Namun saat mengedukasi masyarakat, ia justru harus menghadapi amarah warga yang kurang paham akan pandemi COVID-19.

"Nggak ada yang berani. Karena tokoh masyarakat di situ juga hati-hati dalam memberikan edukasi itu. Karena bisa jadi kita yang maksud kita baik, tapi tanggapan mereka masih tidak begitu paham tentang swab, kita malah nanti yang disalahkan. Saya juga perlu hati-hati ketika memberikan edukasi," ujarnya.

"Ketika di-swab mereka tidak mau diisolasi di RS, seperti menjadi kengerian tersendiri melebihi Corona. Mereka lebih memilih isolasi mandiri. Yang penting ada edukasi dan isolasi. Masyarakat ini yang masih belum paham dan ngeh tentang swab dan isolasi di RS. masih susah," tambahnya.

Untuk swab massal, ia baru mengetahui dilakukan pada Selasa (15/6) di Kecamatan Sepuluh. Meski begitu, ia dan karang taruna juga terus mengedukasi akan penerapan protokol kesehatan.

"Jadi masyarakat belum banyak yang paham tentang protokol 5M. Kemarin-kemarin masih banyak yang tidak pakai masker. Jadi kendalanya, kurangnya edukasi yang menyebabkan masyarakat kurang percaya. Kenapa masyarakat kurang percaya? Karena indikasi-indikasi permainan yang mungkin menjadi stigma di masyarakat," lanjut Irham.

"Saya dari ponpes dari segala kekuatan dan kemampuan yang ada mencoba memberikan pemahaman-pemahaman itu. Walaupun sebenarnya mereka kurang percaya, tapi alhamdulillah ketika sudah seperti ini kesadaran dan kemauan untuk menerapkan prokes lambat laun sudah mereka patuhi," pungkas Pengasuh Pondok Pesantren Darussalam, Bangkalan ini.


Tulis Komentar