Teman-teman, pasti kalian masih ingat dengan Jaksa Pinangki, dong? Beberapa bulan yang lalu, ia divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, karena terbukti melakukan tiga kejahatan sekaligus: menerima suap, permufakatan jahat, dan mencuci uang.
Tapi, beberapa hari yang lalu, hakim malah mengabulkan ajuan banding Pinangki--dan memotong hukumannya 6 tahun! Katanya sih, karena punya anak balita. Alasan yang gak masuk akal sama sekali.
Kami benar-benar merasa ini adalah keputusan yang keterlaluan dan kelewatan. Pinangki, seorang penegak hukum yang terbukti melanggar hukum, harusnya dihukum lebih berat, minimal 20 tahun... atau bahkan seumur hidup!
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ini sekaligus memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kita gak berpihak sama sekali sama upaya memberantas korupsi.
Gimana enggak, selama tahun 2020, koruptor cuma dihukum rata-rata 3 tahun! Ada kali, orang yang kejahatannya lebih ringan, tapi dihukum lebih lama.
Oleh karena itu, ICW mau ajak teman-teman untuk bersuara lebih keras lagi. Kejaksaan Agung harus segera mengajukan kasasi untuk membuka kesempatan Pinangki dihukum lebih berat. Ketua Mahkamah Agung juga harus selektif dan mengawasi proses kasasi tersebut.
Kami yakin, kalau gak ada pengawasan, bukan gak mungkin hukuman Pinangki dikurangi kembali, dia bahkan bisa dibebaskan!
Kalau gini terus, kapan Indonesia bisa bebas dari korupsi? Koruptor dihukum cuma sebentar, dan lembaga pemberantas korupsinya digerogoti dari dalam.
Terus suarakan dan minta #HukumBeratJaksaPinangki di medsos ya, teman-teman!
Sebagaimana diketahui,Pinangki menjadi makelar kasus alias markus agar terpidana korupsi Djoko Tjandra bisa lolos dari hukuman penjara dengan mengajukan PK. Saat itu, Djoko statusnya buron. Tapi usaha Pinangki terbongkar dan dia harus mempertanggungjawabkannya.
Di PN Jakpus, Pinangki dihukum 10 tahun penjara. Tapi di banding disunat menjadi 4 tahun penjara.
"Bahwa Terdakwa adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya. Bahwa Terdakwa sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil," ujar ketua majelis Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.
Tulis Komentar