Nasional

Fatwa MA Akhirnya Keluar, MAKI Minta DPR Tak Langgar UU soal Seleksi Anggota BPK

Gedung BPK.

GILANGNEWS.COM - Mahkamah Agung (MA) telah memberikan fatwa terkait seleksi calon anggota BPK RI di DPR. Fatwa tersebut menyatakan bahwa calon anggota BPK tidak boleh memiliki konflik kepentingan. Namun dalam suratnya, MA menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada DPR.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan, syarat formil wajib dipenuhi para calon anggota BPK. Akan menjadi cacat prosedural jika calon yang tidak penuhi syarat formil dalam uji kepatutan dan kelayakan di DPR lolos sebagai anggota BPK.

Dia menjelaskan, syarat calon anggota BPK sudah tegas tertuang di dalam Pasal 13 huruf j Undang-Undang Nomor 15 tahun 2006. Syarat tersebut dikuatkan dengan fatwa MA tahun 2009 dan 2021.

Pasal 13 huruf J UU Nomor 15 Tahun 2006 itu mengatur calon anggota BPK selama dua tahun terakhir tidak menduduki jabatan kuasa pengguna atau pengelola anggaran negara.

Boyamin pun mengancam akan menggugat semua pihak terkait jika tetap ngotot melanggar pasal tersebut dan meloloskan calon anggota BPK yang tidak memenuhi syarat.

"DPR yang melakukan pengangkatan dengan memberikan surat keputusan pelantikan. Nah, nanti surat keputusan pelantikan yang final akan saya gugat ke PTUN," kata Boyamin saat dimintai keterangan, Senin (30/8).

Seperti diketahui, MAKI sedang menggugat Ketua DPR Puan Maharani karena memproses uji kompetensi dan kelayakan calon anggota BPK ke PTUN.

"Nanti saya akan gugat terus sampai di level presiden akan saya gugat ke PTUN," ujar Boyamin.

Boyamin pun heran kenapa DPR ngotot meloloskan dua calon yang tidak memenuhi syarat. Padahal ada 14 calon anggota BPK lain yang syarat formilnya terpenuhi.

Boyamin mengatakan, dua calon yang diduga TMS tidak boleh terpilih sebagai anggota BPK. Agar DPR tidak bermasalah dari sisi hukum pada masa mendatang.

"Ya, pilih dari 14 yang sudah memenuhi syarat saja, sehingga tidak muncul masalah di kemudian hari," beber dia.

Fatwa MA

Sebelumnya diberitakan, MA menjawab surat DPR tentang permintaan fatwa dalam seleksi anggota BPK RI bernomor PW/10177/DPR RI/VIII/2021.

Permintaan DPR itu direspons MA melalui surat Nomor 183/KMA/HK.06/08/2021 yang terbit pada 25 Agustus 2021. Surat ini ditandatangani Ketua MA, M Syarifuddin. Berdasarkan yang diterima, Jumat (27/8), ada tiga poin mengenai seleksi anggota BPK.

“Pertama, Mahkamah Agung berwenang untuk memberikan pertimbangan hukum dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada lembaga negara lain,” demikian bunyi poin pertama surat MA tersebut.

Hal itu mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 3/2009 tentang Perubahan Kedua atas UU 14/1985.

Sementara poin kedua berbunyi, “Sehubungan dengan permintaan pendapat dan pandangan tentang penafsiran Pasal 13 huruf j UU tentang BPK, jika ditinjau secara legalistik-formal, Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dan dihubungkan dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 jo. Pasal 1 angka 8 UU tentang BPK, maka Calon Anggota BPK yang pernah menjabat di lingkungan Pengelola Keuangan Negara, harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam Pasal 13 huruf j.”

"Dengan demikian, harus dimaknai Pasal 13 huruf j UU tentang BPK dimaksudkan agar calon anggota BPK tidak menimbulkan conflict of interest pada saat ia terpilih dan melaksanakan tugas sebagai anggota BPK," begitu tertulis pada poin ketiga.

Dalam penutup surat, ketua MA menyatakan keputusan lebih lanjut menjadi kewenangan DPR. Jubir MA Andi Samsan membenarkan surat tersebut.

“Ya benar, MA sudah menjawab permintaan pendapat hukum/fatwa hukum oleh DPR terkait seleksi calon anggota BPK,” katanya saat dihubungi.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI Fauzi H Amro mengatakan permintaan fatwa MA itu dilakukan sesuai dengan prosedur. Nantinya, MA akan memberikan penilaian terhadap 16 calon anggota BPK. Ditegaskan, proses seleksi serta uji kelayakan dan kepatutan calon anggota BPK merupakan hal biasa.

Prosesnya, kata Fauzi, bukan sekali dua kali diselenggarakan di Komisi XI. Karena itu, menurut Fauzi, tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Hal terpenting, siapa pun calon terpilih nantinya mendapatkan legitimasi.

“Prosesnya biasa saja, dilaksanakan sesuai prosedur. Komisi XI juga sudah beberapa kali melakukan fit and proper test, seperti misalnya pemilihan (Deputi) Gubernur Bank Indonesia. Artinya ini bukan pertama atau kedua, sudah sering,” kata Fauzi, Kamis (5/8).


Tulis Komentar