Riau

BPK RI Perwakilan Riau Langsung Koordinasi ke Pusat Terkait Pegawainya Terjaring OTT KPK

GILANGNEWS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Pemeriksa Muda Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) perwakilan Riau, M Fahmi Aressa, sebagai tersangka suap. FA terjaring operasi tangkap tangan (OTT) bersama Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, Kamis (6/4/2023) malam.

M Fahmi Aressa menerima suap dari M Adil dengan tujuan agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti di tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WPN) dari BPK Riau. Uang suap yang diterima sebesar Rp1,1 miliar.

KPK telah membawa M Adil, M Fahmi Aressa dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Meranti, Fitria Nengsih ke Jakarta. M Adil dan Fitria Nengsih ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih dan M Fahmi Aressa ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Kepala Subbagian Humas dan TU BPK Perwakilan Riau, Solikhin membenarkan kalau M Fahmi Aressa, pegawai di BPK perwakilan Riau. "Memang benar, FA merupakan pegawai di BPK Riau," ujar Solikhin, Selasa (10/4/2023).

Solikhin mengatakan, saat ini pihaknya belum menentukan langkah lanjutan yang akan dilakukan terhadap M Fahmi Aressa yang merupakan Ketua Tim Pemeriksa BPK Riau.

"Saat ini BPK Perwakilan Riau sedang melakukan koordinasi dengan BPK Pusat sehingga kami mohon maaf belum dapat memberikan tanggapan resmi berkaitan dengan kasus ott KPK. Terima,kasih," kata Solikhin.

Sebelumnya, Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengungkapkan OTT dilakukan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait adanya informasi dugaan penyerahan uang kepada penyelenggara negara. Tim KPK langsung bergerak ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Tim KPK mendapatkan informasi adanya perintah MA (Muhammad Adil) untuk mengambil uang setoran dari pada Kepala SKPD melalui RP selaku ajudan Bupati. Selanjutnya sekitar pukul 21.00 Wib, Tim kemudian mengamankan beberapa pihak yaitu FN (Fitria Nengsih) dan TM (Tarmizi)" ujar Ali.

Fitria Nengsih dan Tarmizi selaku Kabag Umum Pemkab Kepulauan Meranti kemudian dibawa ke Polres Kepulauan Meranti. Dari hasil permintaan keterangan diperoleh informasi adanya penyerahan uang untuk keperluan M Adil yang telah berlangsung lama hingga mencapai puluhan miliar.

Tidak menunggu waktu lama, Tim KPK berkoordinasi dengan Polres Meranti untuk melakukan pengamanan di rumah dinas bupati. "Ketika itu posisi MA ada di dalam rumah," kata Ali.

Tim KPK kemudian mengamankan M Adil. Selain itu juga diamankan beberapa Kepala Satuan Kerja Peranfkat Daerah (SKPD). Hasil pemeriksaan, seluruh kepala SKPD menerangkan telah menyerahkan uang pada M Adil melalui Fitria Nengsih.

Tim KPK, kata Ali, kemudian melakukan pengembangan di Kota Pekanbaru. Di Pekanbaru, tim mengamankan M Fahmi Aressa dan ditemukan uang tunai Rp1,1 miliar. "Itu total uang yang diberikan MA untuk pengondisian pemeriksaan keuangan Pemkad Kepulauan Meranti," kata Ali.

Diseburkan M Adil yang terpilih sebagai Bupati Kepulauan Meranti pada 2021 diduga memerintahkan para kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU).

"Masing-masing SKPD kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada MA. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 % s/d 10 % untuk setiap SKDP," jelas Ali.

Selanjutnya setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan kepada pada Fitria Nengsih yang menjabat Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, sekaligua orang kepercayaan M Adil.

"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA diantaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," ungkap Ali.

M Adil juga menerima gratifikasi sebesar Rp1,4 miliar dari PT Tanur Muthmainnah (TM) yang bergerak di bidang travel perjalanan umrah pada Desember 2022. Uang itu diterima M Adil melalui Fitria Nengsih karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umrah bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sementara di kasus suap, M Adil berupaya agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik sehingga nantinya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian.

"MA bersama-sama FN memberikan uang sekitar Rp1,1 miliar pada MFA selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau," ungkap Ali.

Dari hasil penyidikan sementara, M Adil diduga menerima uang sekitar Rp26, 1 miliar dari berbagai pihak. "Ini akan ditindaklanjuti dan didalami lebih detail oleh Tim Penyidik," tutur Ali.

Akibat perbuatan itu, M Adil dijerat pasal berlapis, yakni sebagai penerima suap, M Adil melanggar Pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai pemberi suap, M Adil melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Fitria Nengsih sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, M Fahmi Aressa sebagai penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

 


Tulis Komentar