Riau

Hotel Aryaduta: Ikon Pekanbaru Beralih Jadi Aset Pemprov Riau

Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau, Misliadi.

PEKANBARU - Hotel Aryaduta, ikon di jantung Kota Pekanbaru, dalam hitungan bulan akan sepenuhnya menjadi aset Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Peralihan kepemilikan ini, yang didasarkan pada perjanjian Built of Transfer (BoT) dengan PT Lippo Group, membuka peluang besar sekaligus tantangan strategis bagi Pemprov. 

Dengan berakhirnya kontrak pada 2025, aset bernilai tinggi ini diharapkan menjadi motor baru dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Riau. Namun, tanpa rencana matang, potensi besar ini bisa jadi peluang yang terlewatkan.Dalam waktu dekat, Hotel Aryaduta yang berada di Jalan Diponegoro, Pekanbaru, akan sepenuhnya menjadi aset milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Riau, Misliadi, meminta Pemprov Riau segera mempersiapkan langkah strategis, termasuk mengaudit aset dan menyusun rencana bisnis.

"Berdasarkan kontrak, awal tahun 2026 aset tersebut akan diserahkan kepada Pemprov Riau. Audit diperlukan untuk memastikan semua item aset tercatat dengan jelas dan dapat dimanfaatkan secara optimal," ujar politisi PKB ini, Rabu (11/12/24).

Menurut Misliadi, posisi Hotel Aryaduta yang berada di pusat kota memiliki potensi bisnis besar. Ia menekankan pentingnya persiapan matang oleh Pemprov Riau, baik melalui pengelolaan langsung oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun menunjuk pihak swasta yang kredibel.

"Pemprov Riau harus mempersiapkan rencana bisnis yang jelas. Sesuai Pasal 229 Permendagri 19 Tahun 2016, perjanjian Bangun Serah Guna (BSG) hanya boleh dilakukan satu kali, artinya aset ini sepenuhnya menjadi milik pemerintah setelah kontrak berakhir," jelas Misliadi.

Ia juga menambahkan bahwa aset tersebut bisa langsung digunakan dengan mengganti nama dan manajemen, sehingga penting bagi Pemprov Riau untuk segera mengambil langkah konkret bersama stakeholder terkait.

Selama masa kerja sama, kontribusi Hotel Aryaduta terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Riau dinilai tidak signifikan.

Dari perjanjian awal, Pemprov Riau dijanjikan deviden sebesar 25 persen dari keuntungan hotel. Namun, faktanya, Riau hanya menerima Rp200 juta per tahun, angka minimal yang tercantum dalam kontrak.

"Kerja sama ini jelas tidak menguntungkan Riau. Dengan potensi besar bisnis hotel tersebut, seharusnya kontribusi yang diterima Pemprov jauh lebih besar," tegas Misliadi.

Momentum habisnya kontrak pada 2025 diharapkan dapat menjadi awal baru bagi Pemprov Riau untuk mengoptimalkan aset ini demi meningkatkan PAD.

Dengan pengelolaan yang tepat, tambah Misliadi, Hotel Aryaduta diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi daerah.


Tulis Komentar