Nasional

DPR Akan Revisi UU KPK, Laode: Menggangu Kinerja Kami Saja

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief didampingi Sekretaris Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Anwar Usman dan Ketua MKMK Sukma Violetta menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pertemuan dengan Pimpinan KPK di kantor KPK, Jakarta.

GILANGNEWS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif mempertanyakan rencana Dewan Perwakilan Rakyat yang akan revisi Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut dia, hal itu hanya akan mengganggu kinerja lembaganya.

"Kalau ini betul-betul kita diatur tentang penyadapan maka jangan harap ada lagi Operasi Tangkap Tangan (OTT)," ucap Laode saat hadir dalam acara 'Dialog Publik Kontroversi Revisi UU KPK' di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Jumat 24 Maret 2017.

Padahal, kata dia, yang memiliki kewenangan melakukan penyadapan bukan hanya KPK saja. Ia menyebutkan Kepolisian RI, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara dan Kejaksaan, juga memiliki kewenangan untuk menyadap. "Tetapi kenapa yang diributkan KPK saja, ini yang tidak adil menurut saya," ucap mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu.

Selain itu, kata Laode, Komisi II DPR pernah melihat secara langsung ruangan KPK dan memeriksanya. Sementara, ia menganggap lembaga lain tidak pernah diperiksa seperti itu. Bahkan, ucap dia, KPK itu dulu dibentuk karena penegakan hukum di polisi dan jaksa kurang baik. "Tapi apakah sekarang polisi dan jaksa sudah baik, biarlah masyarakat yang menjawabnya," tutur Laode.

Laode juga mengungkapkan bahwa alat penyadapan jaksa dan polisi itu jauh lebih canggih karena lebih baru dibandingkan milik KPK yang sudah lama dan belum di upgrade. Ia menjelaskan bahwa pelemahan KPK yang dirancang dalam revisi Undang-Undang KPK merujuk pada pembatasan kerjanya. Sehingga kewenangan untuk menuntut dan menyadap harus izin terlebih dahulu.

Ia mencontohkan di luar negeri 10 dollar US sudah bisa diselidiki lembaga hukumnya, tapi KPK nanti nilai korupsinya minimal Rp 50 miliar baru bisa diselidiki. Hal seperti itu yang menjadi pembatasan dalam penanganan kasus di KPK dan juga pembentukan dewan pengawas. "Bukannya kami tak mau diaudit, karena selama ini kami juga diawasi," imbuhnya. Karena itu, ia menegaskan bahwa revisi undang-undang ini hanya tebang pilih lantaran isinya hanya untuk melemahkan kerja-kerja KPK.***

Sumber: Tempo


Tulis Komentar