Riau

Pertalite Riau Termahal di Indonesia, Gubri Akan Evaluasi Perda

GILANGNEWS.COM -  Pemerintah Provinsi Riau, akan mengevaluasi dan mengkaji rencana revisi pajak Bahan Bakar Kendaraan (BBK) yang telah dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) sejak tahun 2011 lalu.

Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, mengatakan, merevisi pajak BBK tersebut harus dilakukan kajian dan evaluasi, dan apa dampaknya bagi pendapatan daerah. Sejauh ini pajak BBK tersebut hanya diperuntukkan bagi pengguna mobil mewah yang diperdakan tahun 2011.

"Jadi kita kaji dan evaluasi dulu untuk revisi pajak bahan bakar tersebut. Biar yang menyelesaikan Badan Pendapatan Daerah. Tentu kita melihat apa dampak dari revisi pajak tersebut," ujar gubernur, Rabu (24/1/2018) malam.

"Sebenarnya itukan Pertalite diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu awalnya. Jadikan biarkan dulu kita kaji, kita tidak bisa buru-buru merubahnya," tambah Gubri.

Sementara itu, Asisten II Setdaprov Riau, Masperi, yang juga mendampingi gubernur malam ini, menjelaskan bahwa Pemprov Riau melalui Bappenda sedang mengkajinya. Dan saat ia menjabat sebagai Plt Bappenda tahun 2017 yang lalu sudah ada wacana membahas pajak BBK yang mencapai 10 persen.

Namun dikarenakan pajak 10 persen tersebut telah diperdakan tahun 2011, jadi perlu proses yang panjang. Termasuk akan dibahas bersama anggota DPRD Riau yang juga terlibat dalam pengesahan Perda tersebut.

"Jadi ketika Perda itu ditetapkan, DPRD itu berasumsi bahwa premium itu dikonsumsi oleh masyarakat menengah kebawah. Sedangkan Pertalite itu untuk konsumsi kalangan menengah ke atas. Karena dia menengah ke atas itu dia tidak disubsidi, baik untuk perusahaan atau untuk kendaraan mewah, tahun 2011," jelas Masperi.

"Tapi hari ini kan negara berubah kebijakannya, dia mengurangi Premium dan beralih ke Pertalite. Dan hari ini premium dikurangi masyarakat mulai beralih ke Pertalite. Dan hari ini Perda kita belum direvisi yang tahun 2011," tambahnya.

Dijelaskan Masperi, dalam merevisi Perda tersebut banyak melibatkan pihak. Karena Perda ini merupakan produk daerah dalam perlu kajian akademisnya. Dan aturannya harus masuk dalam Prolekda, sesuai dengan hasil kajian dari Bappenda.

"Ini Perda ya bukan Pergub ya. Kalau Pergub bisa kita cabut besok. Jadi tolong luruskan, ini Perda. Tapi ini Perda yang perlu dikaji revisinya, kita harus taat aturan dan tidak bisa kita sendiri saja. Harus masuk ke Prolegda dulu, diagendakan dulu oleh DPRD untuk dibahas bersama Pemprov masuk ke Prolegda," tegasnya.

Sebagaimana diberitakan, akibat naiknya harga pertalite oleh Pertamina tanpa ada pengumuman dari Rp7.900 menjadi Rp8000 perliternya, membuat masyarakat resah. Masyarakat menilai bahwa mahalnya harga pertalite tersebut selain dari kenaikan dari Pertamina juga akibat tingginya pajak BBK oleh Pemprov sebesar 10 persen. Sedangkan daerah lain hanya 5 persen.

Manager Humas Pertamina Wilayah Sumbagteng, Rudi Arrifanto mengatakan memang per 20 Januari 2018 harga Pertalite ada penyesuaian harga jadi Rp 8000 per liter di Riau dan Kepulauan Riau.

Menurutnya, kenaikan tersebut dipengaruhi oleh harga minyak dan kurs rupiah terhadap dollar. "Untuk harga Pertalite itu bisa berubah-ubah sesuai dengan harga minyak dan juga kurs rupiah terhadap dolar," ujar Rudi.

Dikatakan Rudi, pihaknya selalu menginformasikan ke publik mengenai perubahan harga di akun publik Pertamina.com.

Selain itu, Rudi juga mengatakan kalau pihaknya telah menginformasikan ke semua SPBU agar melakukan perubahan harga. "Kalau untuk keperluan itu pasti semua SPBU sudah diinformasikan, setting dispenser sudah dilakukan agar per 20 Januari 2018 pukul 00.00 WIB sudah dengan harga baru," Cakapnya.

Dikatakan Rudi lagi, tingginya harga Pertalite di Riau diakibatkan kebijakan Pemerintan Provinsi (Pemprov) Riau yang menambahkannya dengan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

"Untuk semua daerah pajaknya itu 5 persen, sementara Riau itu pajaknya mencapai 10 persen," pungkasnya.


Tulis Komentar