Nasional

Indonesia protes hukuman pancung TKI, Kemlu panggil Dubes Arab Saudi

Bendera Arab Saudi terpampang di sebuah kawasan di Kota Jeddah, beberapa waktu lalu. Arab Saudi dinilai melanggar kesantunan diplomatik seusia mengeksekusi seorang TKI, pada Minggu (18/3).

GILANGNEWS.COM - Pemerintah Indonesia telah memanggil duta besar Arab Saudi untuk Indonesia guna memprotes eksekusi yang dilakukan terhadap warga negara Indonesia, Muhammad Zaini Misrin, pada Minggu (18/03).

Pemanggilan terhadap Dubes Saudi, Osama bin Muhammad Abdullah, dilakukan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri, Desra Percaya, pada Senin (19/03).

"Pemerintah RI meminta penjelasan dengan memanggil Duta Besar Arab Saudi. Kami menyampaikan keprihatinan dan protes resmi," kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal.

Nota protes, menurut Iqbal, juga diserahkan kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi lewat Duta Besar RI di Riyadh, Agus Maftuh Abegebriel.

Menurutnya, pemerintah RI tidak memperoleh notifikasi resmi sebelum eksekusi. Padahal, proses Peninjauan Kembali (PK) kedua masih berlangsung. Pengacara Zaini Misrin bin Muhammad Arsyad diketahui mengajukan PK sejak Januari 2018 karena permohonan pertama pada awal 2017 ditolak.

"Kita menyayangkan bahwa eksekusi itu dilakukan pada saat PK kedua baru dimulai. Jadi masih dalam proses dan belum ada kesimpulan akhir," ujar Lalu Muhammad Iqbal.

Bagaimanapun, sambung Iqbal, pemerintah RI sepenuhnya bisa memahami dalam peraturan nasional Arab Saudi tidak ada kewajiban memberi notifikasi atas eksekusi mati terhadap warga negara asing.

Sebelumnya, Anis Hidayah, aktivis Migrant Care, sebuah lembaga advokasi pekerja migran, menuding pemerintah Arab Saudi tak menerapkan prinsip peradilan yang adil dan melanggar kesantunan diplomatik karena tak memberitahu Indonesia soal rencana eksekusi mati Zaini.

Tindakan itu, menurut Anis, pernah dilakukan pemerintah Saudi ketika mengeksekusi TKI bernama Ruyati pada tahun 2011.

"Nota protes harus dikirimkan kepada Arab Saudi. Ini bukan kasus yang pertama. Tata krama Saudi harus ditegur," kata Anis di Jakarta, Senin (19/03), merujuk Konvensi Wina tahun 1963 yang mengharuskan setiap negara memberitahukan penahanan, penyelidikan, sidang pengadilan sampai eksekusi hukuman atas warga negara lain.

Anis mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi, Mei mendatang. Ia berkata, langkah itu dapat menunjukkan sikap Indonesia terhadap eksekusi diam-diam terhadap Zaini.

Apalagi, kata Anis, saat ini dua buruh migran asal Majalengka, Jawa Barat, yaitu Tuti Tursilawati dan Eti, juga menanti eksekusi mati di Arab Saudi. Seperti Zaini, keduanya divonis bersalah pada perkara pembunuhan.

Selain itu, sejumlah WNI pun menghadapi ancaman eksekusi di beberapa negara lain, seperti Malaysia, Singapura, dan Cina.

Namun menurut pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, pemerintah tak dapat mempersoalkan Arab Saudi yang tak memberitahu rencana eksekusi mati Zaini.

Pengiriman notifikasi eksekusi mati itu, menurut Hikmahanto, merupakan etika diplomatik yang tidak dapat diseret ke ranah hukum.

"Kalau mereka tidak memberikan notifikasi, bukan berarti pemerintah Indonesia dapat menggugat atau mengajukan keberatan."

"Ini masalah sopan santun diplomatik, bukan masalah hukum," ujarnya kepada wartawan BBC Indonesia, Abraham Utama.

Hikmahanto menuturkan, Korea Utara beberapa kali juga tak mengirim pemberitahuan perihal eksekusi mati kepada negara asal terpidana, seperti Amerika Serikat.

Sebaliknya, Indonesia menjalankan etika diplomatik itu saat hendak mengeksekusi delapan warga asing dalam kasus narkotik di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, tahun 2015.

"Jika ada notifikasi, perwakilan pemerintah dan keluarga bisa hadir dalam eksekusi itu. Terpidana juga bisa menyampaikan pesan terakhir," tuturnya.

Merujuk korespondensi Migrant Care dan Kemlu, pemerintah Indonesia telah mengupayakan sejumlah upaya hukum untuk membebaskan Zaini dari hukuman mati.

Anis berkata, saat mengajukan PK tanggal 6 Maret lalu ke Arab Saudi, Kemlu mempersiapkan kesaksian Sumiati, buruh migran yang bekerja pada majikan yang sama dengan Zaini.

Sebelum itu, merujuk keterangan Kemlu sebelumnya, Jokowi juga dua kali mengirim surat kepada orang nomor satu Arab Saudi, Raja Salman, untuk meninjau kembali hukuman mati yang dijatuhkan kepada Zaini.

Jaringan Buruh Migran mencatat, sebanyak 27 TKI dipulangkan dari Arab Saudi ke Indonesia dalam kondisi meninggal pada periode 2016 dan 2017.

Sejumlah persoalan diduga mendasari tidak optimalnya perlindungan terhadap buruh migran, antara lain jumlah atase ketenagakerjaan yang tak sebanding dengan jumlah TKI hingga lambannya pendampingan hukum.

Dalam kasus Zaini, kata Anis Hidayah, KJRI baru memberi bantuan hukum lima tahun sejak kasus pembunuhan itu diselidiki. Anis berkata, akibatnya kesaksian Zaini dalam berita acara pemeriksaan tak sesuai dengan fakta kejadian.

Lebih dari itu, selama lima tahun awal pengusutan kasus, Zaini disebut tak didampingi penerjemah bahasa yang netral.


Tulis Komentar