Nasional

Harga BBM tak kunjung dinaikkan pemerintah, ekonomis atau politis?

Harga BBM memiliki hubungan sebab-akibat dengan perekonomian negara, baik di tingkat makro maupun mikro.

GILANGNEWS.COM - Pemerintah menyatakan belum akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) meski harga minyak dunia terus melonjak. Perubahan harga dianggap dilematis, bukan hanya dari hitungan ekonomi tapi juga politik.

Harga minyak mentah brent yang diproduksi di Laut Utara Eropa mencapai US$84,16 per barel pada awal pekan ini. Harga itu naik 1,4% dari pekan lalu.

Adapun di saat yang sama harga minyak mentah West Texas Intermediate.(WTI) juga naik 1,3% menjadi US$74,34 per barel.

Pengamat ekonomi dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai daya beli masyarakat berpotensi terdampak negatif jika harga BBM tak segera disesuaikan.

"Ketergantungan impor minyak yang tinggi akan melemahkan nilai tukar rupiah, ini akan berdampak pada kenaikan harga barang impor, lalu memukul daya beli masyarakat," kata Bima, Senin (08/10).

Seluruh faktor yang disebut Bhima memiliki hubungan sebab-akibat secara ekonomi.

Agustus 2018, impor minyak dan gas (migas) Indonesia mencapai angka tertinggi dalam setahun terakhir, yakni US$3,04 miliar.

Tingginya impor minyak mentah beriringan dengan melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Awal pekan ini US$1 setara Rp15.193, menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate.

Di sisi lain, kata Bhima, jika pemerintah menaikkan harga BBM, inflasi berpotensi meninggi. Salah satu penyebabnya, alokasi pembelian masyarakat akan beralih, dari barang konsumsi seperti sembako ke bentuk BBM.

Kenaikan harga BBM mau tak mau harus terjadi.

Menurut Bhima, harga minyak dunia berpotensi terus naik, terutama karena kebijakan luar negeri AS di bawah Donald Trump yang tak dapat diprediksi.

Namun Bhima menduga opsi meningkatkan harga BBM tak akan diambil pemerintah jelang pemilihan presiden 2019.

Bhima menilai dampak negatif ekonomi yang berpotensi ditanggung masyarakat dapat mempengaruhi citra Presiden Jokowi dihadapan pemegang hak suara.

"Pilihan pemerintah, mau didemo sekarang atau tahun 2019? Tahun depan nilai rupiah terhadap dolar AS mungkin sudah mencapai Rp15.600," kata Bhima.

"Sakit nanti atau sekarang, sama-sama sakit. Tapi kalau harga BBM naik secara bertahap, efeknya bisa direduksi."

"Kalau lebih cepat ditangani, kenapa tidak? Keputusan jangan selalu demi elektabilitas politik," ujarnya menambahkan.

Dirjen Migas pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Djoko Siswanto, pun belum menanggapi permintaan wawancara terkait hal ini, via telepon maupun pesan singkat.

Namun merujuk pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan, awal September lalu, harga BBM tidak akan berubah dalam waktu yang belum ditentukan.

"Pemerintah tidak merencanakan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat. Udah itu jawabannya," kata Jonan kepada pers di Jakarta, 4 September.

Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) menyatakan akan mengambil sikap yang sesuai dengan arahan pemerintah.

"Kami berpedoman kepada aturan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri ESDM 41/2018," kata juru bicara perusahaan pelat merah itu, Adiatma Sarjito.

Adiatma menyebut sikap Pertamina juga berhubungan dengan Peraturan Presiden 191/2014.

Beleid itu mengatur, harga solar, minyak tanah, serta premium di luar Jawa dan Bali ditentukan oleh pemerintah.

Sementara harga premium di Jawa dan Bali, serta bahan bakar lain seperti Pertalite, Pertamax, dan Dex ditetapkan oleh Pertamina dengan sepengetahuan menteri ESDM.

Bagaimanapun, Kurtubi, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi NasDem, salah satu partai pendukung pemerintah, menganggap wajar kebijakan pemerintah untuk menahan harga BBM. Ia menilai kenaikan harga BBM harus dipertimbangkan secara komprehensif karena dapat berdampak luas.

"Menaikkan harga BBM punya dampak signifikan pada kenaikan harga barang dan jasa yang bisa memicu kenaikan inflasi, menurunkan daya beli masyarakat, dan menambah jumlah orang menjadi miskin."

"Ada ongkos yang harus dikalkulasi secara cermat," kata Kurtubi saat dihubungi.

Merujuk Peraturan Menteri ESDM 40/2018, satu-satunya BBM yang disubsidi pemerintah adalah solar, yakni Rp2.000 per liter.

BBM jenis premium tak lagi disubsidi pemerintah, melainkan menjadi tanggungan Pertamina. Perusahaan minyak negara itu harus membayar selisih harga keekonomian dan harga jual.

Selama pemerintahan Jokowi, harga BBM tercatat beberapa kali naik-turun. Juli lalu misalnya, Pertamax dan Pertamax Turbo naik Rp600 per liter.

Pada saat yang sama, ketika itu, pemerintah menyesuaikan harga Pertamax di beberapa daerah, antara lain Papua dan Maluku, dari Rp11.750 menjadi Rp9.700.

Indonesia merupakan importir minyak terbesar ke-20 di dunia, sebanyak 386.000 barel per hari. Angka itu tertera dalam catatan kelompok Joint Organisations Data Initiative (JODI) yang bergiat dalam transparansi data.

Adapun salah satu faktor meningkatnya harga minyak belakangan ini adalah sanksi AS terhadap Iran, salah satu dari 10 negara penghasil minyak terbesar di dunia.

AS mendesak seluruh negara dan perusahaan berhenti membeli minyak dari Iran per 4 November mendatang.


Tulis Komentar