Maspupah (50), ibunda Yadi, menceritakan bahwa anaknya sempat memijatnya seraya terus meminta maaf dan mencium tangan sebelum ikut demo.
"Terus cium tangan, [dan mengatakan] 'maafin Yadi ya, bu', cium tangan lagi," kata Maspupah dengan nada lirih di Jakarta, dikutip dari Antara Jumat (4/10).
Keesokan harinya, Kamis (26/9) sekitar pukul 20.00 WIB, sepulang kerja Maspupah menerima kedatangan delapan orang yang mengaku polisi yang menumpang dua mobil. Mereka kemudian memperlihatkan jasad Yadi.
"Polisi ngajak makan dulu. 'Enggak ah, makasih udah kenyang'. Polisi bilang Maulana udah enggak ada, sabar ya. Saya kaget, nangis. Orang dia masih keadaan sehat [sebelum berangkat demo]," ujar Maspupah.
Ia juga sempat ke Rumah Sakit Polri Kramatjati Jakarta Timur untuk mengurus jasad Yadi. Saat itu, Maspupah disodorkan surat pernyataan mengenai penyebab kematian Yadi. Bahwa, anaknya meninggal dunia akibat terkena gas air mata dan penyakit asma.
"Abis itu saya dipanggil sama polisi ke kamar, ngasih amplop buat ngurus biaya jenazah Yadi, Rp10 juta. Saya enggak banyak omong, takut," tuturnya.
Saat itu, Maspupah melihat jasad Yadi mengeluarkan darah dari telinga. Saat menanyakan hal itu ke pihak RS, petugas mengklaim itu disebabkan karena penyakit asma.
Saat dimakamkan pun menurut Maspupah, jasad Yadi masih mengeluarkan darah. Tidak ada petugas kepolisian yang hadir dalam pemakaman itu.
Wanita yang bekerja menjaga lahan parkir itu mengakui putranya memang mengidap asma karena turunan dari mendiang sang ayah. Yadi, kata dia, terkadang merasakan sesak nafas saat asmanya kambuh.
Bukan Demo
Maspupah menyebut, berdasarkan keterangan teman Yadi bernama Aldo yang juga ikut ditahan saat demo, mereka berdua tidak sedang berdemo.
"Dia (Aldo) cerita bukan demo, cuma lihat," cetusnya.
Menurut Aldo, lanjut Maspupah, dirinya dan Yadi ditangkap petugas kepolisian saat berunjuk rasa di sekitar Slipi, Jakarta Barat.
"Temannya baru keluar tuh si Aldo, di dalam penjara katanya. Tangkapnya berdua sama Yadi. Saya tanya sama Aldo bagaimana kejadiannya," ujar Maspupah.
Berdasarkan penjelasan Aldo, Maspupah menuturkan saat itu Aldo dan Yadi berdemo di Flyover Slipi ditangkap polisi dan dimasukkan ke dalam mobil.
Di dalam mobil terdapat beberapa orang, kemudian Aldo dan Yadi tidak sadarkan diri. Maspupah sendiri tak menjelaskan penyebab keduanya tidak sadarkan diri dalam mobil. Setelah siuman Aldo sudah berada di dalam penjara, dan sempat mendekam selama tiga hari. Sementara, keberadaan Yadi tidak diketahui.
Ibu korban menyatakan tidak terima jika Yadi memang benar dipukuli hingga meninggal dunia karena dituduh ikut demo yang berujung ricuh.
"Dunia akhirat saya tidak terima. Tapi kalau anak saya meninggal karena dari Allah, saya ikhlas," cetus Maspupah.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan seorang pedemo tewas saat demonstrasi di sekitar Gedung DPR/MPR RI pada pada Rabu (25/9).
Tito menegaskan pedemo yang tewas itu bukan dari kalangan pelajar dan mahasiswa namun kelompok perusuh.
Kapolri juga membantah penyebab kematian korban bukan karena tindakan represif dari aparat yang menangani aksi massa rusuh.
Asma
Tim Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati mengklaim tidak ada tanda kekerasan pada jasad Maulana Suryadi.
"Saat saya terima di kamar mayat, tanda kekerasan aja tidak ada. Badannya bersih, kepala dan badan bersih. Tidak ada jejak kekerasan seperti darah," kata Kepala Instalasi Forensik Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Kombes Pol Edi Purnomo di Jakarta, Kamis (3/10) dikutip dari meda.
"Kalau orang meninggal memang seperti itu, keluar darah karena pecahnya pembuluh darah, karena faktor pembekuan. Makanya, jenazah yang dikafani, ditutup lubang-lubangnya dengan kapas," imbuh dia.
Menurutnya, satu-satunya petunjuk saat proses otopsi di tubuh korban adalah pembengkakan pembuluh darah di bagian leher.
"Tapi memang ada pembesaran pembuluh darah di leher. Itu biasanya terjadi pada orang yang mengalami sesak nafas," katanya.
Petunjuk terkait penyebab tewasnya Maulana akibat sesak nafas juga diperkuat dengan pengakuan pihak keluarga bahwa korban memiliki riwayat sesak nafas.
Penyakit bawaan itu, kata dia, juga dialami sang kakak serta ayahnya yang sudah lebih dulu meninggal akibat sesak nafas.
"Saat kita tanya apakah akibat TBC atau asma, keluarga tidak komentar," aku Edi.
Tulis Komentar