Nasional

Meski Duduk Dikursi Roda, KPK Tetap Tahan Sugiharto

Tersangka kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP Sugiharto (tengah) saat meninggalkan Gedung KPK Jakarta usai menjalani pemeriksaan pada Senin (17/10/2016). Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan P

Gilangnews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sugiharto, tersangka kasus korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

Sugiharto menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kementerian Dalam Negeri tahun 2011 sampai 22 Juli 2015 dan merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek E-KTP ketika itu.

"Ditahan di (Rutan) Guntur, tadi diperiksa dokter KPK, pada prinsipnya dokter KPK sudah menanyakan seluruh penyakitnya. Kemudian, ini harapan kami juga agar memberikan perawatan kepada Pak Sugiharto selama ditahan di tahanan Guntur," kata pengacara Sugiharto, Soesilo Ariwibowo, di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Saat ditahan, Sugiharto duduk di kursi roda. Dia mengidap toksoplasmosis, yang membuat ingatannya kadang terganggu dan bahkan tidak sadar, serta menderita kencing manis dan masalah hemoglobin.

Dia ditahan setelah menjalani pemeriksaan.

"Pemeriksaan tadi tidak banyak, kira-kira hanya empat pertanyaan berkisar mengenai E-KTP, anggarannya dari mana, (dijawab) dari APBN. Kemudian ditanya soal kalau ada kerugian siapa yang rugi. Hanya itu saja dua atau tiga pertanyaan itu," kata Soesilo tentang pemeriksaan kliennya.

Menurut Soesilo, kliennya tampak kesulitan menjawab pertanyaan penyidik.

"Pak Sugiharto lama menjawab (pertanyaan), apalagi mengingat nama orang, sangat lama. Tadi saja hanya efektif dua pertanyaan. Mungkin tiga bulan lalu sangat sehat, memorinya sangat kuat untuk mengingat segara sesuatunya," kata Soesilo.

Meski Sugiharto dapat menjawab pertanyaan, Soesilo mengatakan, pengacara keberatan dengan penahanan tersebut.

"Secara manusiawi kami keberatan dengan penahanan tapi dari Pak Sugiharto sendiri ingin kasus ini cepat selesai sehinga Beliau dengan semangat tinggi tetap menghadiri seluruh panggilan-panggilan yang dilakukan KPK," katanya.

Selain Sugiharto, KPK telah menetapkan mantan atasan Sugiharto, mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman sebagai tersangka.

Dalam perkara ini, Irman diduga melakukan penggelembungan harga dengan kewenangannya sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Dalam dokumen yang dibawa Elza ada bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik, antara lain Setyo Novanto, Anas Urbaningrum, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Arief Wibowo, Gamawan Fauzi, Dian Anggraeni, Sugiharto, dan Drajat Wisnu S.

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaputra yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

Dalam hal ini, PT PNRI bertugas mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melakukan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkat keras AFIS, PT Quadra Solution mengadakan perangkat keras dan lunak dan PT Sandipala Arthaputra mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

PT Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan Irman punya masalah dengan Badan Pemeriksa Keuangan.

PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP sebanyak Rp2 triliun karena ada penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.

Sumber: Antara.com


Tulis Komentar