Hukrim

KPK Tegaskan Bupati Kuansing Terjaring OTT Meski Datangi Kantor Polisi

Bupati Kuansing, Andi Putra Ketika Meninggalkan Kantor Mapolda Riau.

GILANGNEWS.COM - Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra melalui kuasa hukumnya membantah telah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, Andi menemui penyidik KPK setelah diminta datang ke Polda Riau.

Terkait hal tersebut, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan, penangkapan Bupati Kuansing masuk dalam prosedur mekanisme OTT.

"KPK bekerja sesuai dengan mekanisme dan aturan yang ada," tutur Lili sebagaimana dikutip dari Liputan6.com, Rabu (20/10).

Meski begitu, Lili mengatakan, KPK menghormati sikap Andi yang menolak disebut tertangkap dalam OTT.

"Boleh saja tersangka melalui penasihat hukumnya menyangkal mengatakan apapun, itu hak mereka juga, tidak jawab juga sama, hak mereka tuh ada, jadi kita hormati," kata Lili.

Direktur Penyidikan KPK Setyo Budiyanto membenarkan Bupati Kuansing menyerahkan diri ke Polda Riau usai diminta penyidik. Hanya saja, kedatangan Andi ke kantor kepolisian itu masih menjadi rangkaian tindakan OTT yang juga dilakukan terhadap si penyuap.

"Tentunya penyidik sudah mendapatkan alat bukti yang lain, yang sudah diyakini, artinya yakin berdasarkan alat bukti tersebut, patut diduga telah terjadi pemberian dari SDR kepada AP," kata Setyo.

KPK menetapkan Bupati Kuansing Andi Putra (AP) sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

Selain Andi Putra, KPK juga menjera General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso (SDR). Penetapan tersangka ini dilakukan setelah keduanya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin 18 Oktober 2021 kemarin di Kabupaten Kuansing, Provinsi Riau.

"KPK melakukan penyelidikan sehingga ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan dua tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam jumpa pers di Gedung KPK, Selasa (19/10).

Menurut Lili, PT Adimulia Agrolestari mengajukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) mulai 2019 hingga 2024. Salah satu persyaratannya yakni dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.

"Lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT Adimulia Agrolestari yang dipersyaratkan tersebut, terletak di Kabupaten Kampar, di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuantan Singingi," kata Lili.

Agar persyaratan dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan ke Andi Putra agar kebun kemitraan PT Adimulia Agrolestari di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.

Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra. Dalam pertemuan tersebut, Andi menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhan minimal uang Rp 2 miliar.

"Diduga telah terjadi kesepakatan antara Andi Putra dengan Sudarso terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut," ucap Lili.

Oleh karena itu, sebagai tanda kesepakatan, sekitar September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp 500 juta.

"Berikutnya pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp 200 juta," kata Lili.

Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Tulis Komentar