Nasional

Inilah Jejak Hakim Agung yang Minta Djoko Tjandra Terpidana Korupsi Rp 546 M Bebas

Hakim Agung Eddy Army.

GILANGNEWS.COM - Hakim agung Eddy Army menilai Djoko Tjandra layak dilepaskan karena yang diperbuatnya adalah perkara perdata. Namun empat hakim agung lainnya berpendapat sebaliknya sehingga Djoko Tjandra tetap dihukum 2 tahun penjara di kasus korupsi Rp 546 miliar.

"Terhadap putusan tersebut, salah seorang hakim anggota mengajukan dissenting opinion (DO), yakni Eddy Army, yang berpendapat bahwa alasan PK terpidana cukup beralasan menurut hukum untuk dikabulkan sebagaimana putusan pengadilan tingkat pertama," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi.

Putusan tingkat pertama yang dimaksud adalah putusan PN Jaksel, yang membebaskan Djoko Tjandra pada 28 Agustus 2000. Namun suara hakim agung Eddy Army kalah dengan empat hakim agung lainnya, yaitu Andi Samsan Nganro, Suhadi, Prof Surya Jaya, dan Sri Murwahyuni, sehingga PK Djoko Tjandra tidak diterima.

Siapakah Eddy Army?

Eddy adalah hakim karier. Ia mulai menjadi hakim agung setelah dipilih DPR pada 2013 dengan mendapatkan 35 suara anggota Komisi III DPR. Selama 9 tahun menjadi hakim agung, palu Eddy bertalu-talu diketuk di berbagai perkara. Dari kasus narkoba hingga korupsi.

Seperti saat bersama hakim agung Suhadi, Eddy Army menyunat hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip dari 4,5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara. Alasannya, barang bukti suap dari penyuap belum sampai ke tangan Sri karena sudah diamankan KPK dalam OTT.

"Ternyata dan terbukti Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum menerima barang-barang tersebut. Jangankan menerimanya, ternyata Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana sama sekali belum pernah melihat barang-barang tersebut, karena Bernard Hanafi Kalalo dan Benhur Laenoh sebelum menyerahkan barang dimaksud terlebih dahulu telah ditangkap petugas KPK di Hotel Mercure Jakarta," ujar majelis PK yang diketuai Suhadi dengan anggota Eddy Army dan M Askin.

Eddy Army juga ikut menyunat hukuman Agung Ilmu Mangkunegara dari 7 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara. Mantan Bupati Lampung Utara itu terbukti korupsi proyek Rp 63 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap terpidana Agung Ilmu Mangkunegara berupa pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro.

Sunat hukuman itu diketok Eddy bersama Burhan Dahlan dan Agus Yunianto. Burhan Dahlan adalah hakim militer dengan pangkat terakhir mayor jenderal.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Agung Ilmu Mangkunegara untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 63,4 miliar," kata majelis hakim.

Eddy juga menyunat hukuman kontraktor proyek di Kecamatan Sukahati, Kabupaten Bogor, Aszwar, dari 6 menjadi 3,5 tahun penjara. Nilai proyek peningkatan jalan itu mencapai Rp 10,3 miliar.

Selain itu, Eddy Army melepaskan mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap di kasus korupsi alih fungsi lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp 185 miliar. Dalam putusan peninjauan kembali (PK) kasus ini, MA menilai perbuatan Rahudman termasuk ranah perdata, bukan pidana.

Eddy pun menyunat hukuman penyuap mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, Basuki Hariman, dan Ng Fenny. Hukuman Basuki dan Ng Fenny disunat dari 7 tahun penjara menjadi 5,5 tahun penjara.

Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman juga mendapat buah manis palu Eddy Army. Hukuman Irman disunat Eddy Army dari 4,5 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara dalam perkara impor gula.

Dalam perkara gender, Eddy Army menghukum 6 bulan penjara Baiq Nuril. Presiden Jokowi akhirnya geregetan dan memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.

Dalam perkara korupsi pelabuhan, Eddy membebaskan terpidana 12 tahun penjara kasus pungli pelabuhan, Jafar Abdul Gaffar. Alasannya, pungutan yang diambil Jafar di Pelabuhan Samarinda belum bisa disebut pungutan liar karena pungutan tersebut dibuat secara resmi.

Perkara korupsi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) juga tidak luput dari sunat Eddy Army. Yaitu hukuman mantan pejabat di Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Hidayat Abdul Rahman disunatnya dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.

Di perkara narkoba, Eddy menyunat hukuman bandar narkoba jebolan LP Nusakambangan, Cilacap, Sonny Kurniawan alias Peng An, dari sebelumnya dihukum 9 tahun, diubah menjadi 7 tahun penjara. Sonny merupakan residivis dan pernah menghuni LP Nusakambangan selama 8 tahun.

Eddy juga menganulir hukuman bandar narkoba Abdul Rahman dari penjara seumur hidup menjadi 15 tahun penjara. Abdul Rahman terlibat dalam perdagangan ilegal 73 kg sabu dan 30 ribu butir pil ekstasi.

Lalu siapakah Djoko Tjandra? Sebagaimana diketahui, Djoko dihukum 2 tahun penjara di kasus korupsi Rp 500 miliar lebih. Namun Djoko kabur ke Malaysia pada 2008 dan baru ditangkap pada 2020 setelah terendus hendak mengajukan PK.

Dalam mengajukan proses PK itu, Djoko menyuap sejumlah nama hingga membuat KTP palsu. Berikut ini daftar hukuman yang dijatuhkan kepada komplotan tersebut:

1. Djoko Tjandra, dihukum 2,5 tahun penjara di kasus surat palsu dan 4,5 tahun penjara di kasus korupsi menyuap pejabat. Selain itu, Djoko harus menjalani hukuman korupsi 2 tahun penjara di kasus korupsi cessie Bank Bali. MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara. Total yang harus dijalani Djoko adalah 9 tahun penjara.
2. Jaksa Pinangki hanya dituntut oleh sesama jaksa selama 4 tahun penjara saja. Awalnya Pinangki dihukum 10 tahun penjara tapi disunat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 4 tahun penjara. Anehnya, jaksa tidak kasasi atas putusan itu.
3. Irjen Napoleon divonis 4 tahun penjara. Kini Irjen Napoleon juga sedang disidik di kasus pencucian uang dan kasus pemukulan sesama tahanan.
4. Brigjen Prasetijo divonis 3,5 tahun penjara.
5. Tommy Sumardi divonis 2 tahun penjara.
6. Andi Irfan divonis 6 tahun penjara.
7. Pengacara Anita Kolopaking, dihukum 2,5 tahun penjara.


Tulis Komentar