Mengenal Homolog dan Heterolog, Jenis Vaksin Booster Covid-19
GILANGNEWS.COM - Vaksin booster Covid-19 dibedakan menjadi dua jenis. Yaitu homolog dan heterolog. Apa bedanya antara vaksin booster jenis homolog dan heterolog?
Ketua Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan, ada dua kategori vaksinasi booster. Pertama, homolog. Kedua, heterolog.
"Bisa dibooster oleh dirinya sendiri (jenis vaksin sama) yang kita katakan homolog," kata Sri Rezeki dalam konferensi pers, Senin (10/1).
Sedangkan heterolog merupakan vaksinasi booster yang menggunakan jenis vaksin berbeda dengan dosis pertama dan kedua.
- Nakes di Rumah Sakit Swasta Riau Tak Lagi Terima Insentif Pasien Covid-19
- Bareskrim Minta BPOM Lebih Kooperatif Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut
- DBD di Pekanbaru Capai 755 Kasus, Dua Diantaranya Meninggal Dunia
- Kasus Covid-19 Naik Lagi, Epidemiolog: Mulai Memprihatinkan
- Ini Alasan di Riau Belum Dapat Pengiriman Obat Gagal Ginjal Akut
Pemerintah akan memulai vaksinasi booster Covid-19 pada 12 Januari 2022. Ada lima jenis vaksin yang digunakan dalam vaksinasi booster. Yakni Pfizer, AstraZeneca, Coronavac/Vaksin PT Bio Farma, Zifivax, dan Moderna.
Lima vaksin ini sudah mendapat izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, saat ini lembaganya masih menunggu data uji klinis vaksin yang bisa digunakan sebagai booster heterolog dengan primer Sinovac. Mayoritas masyarakat Indonesia mendapatkan vaksin primer Sinovac.
"Satu lagi adalah (menunggu) uji klinik untuk yang primer sebelumnya AstraZeneca dengan booster heterolognya adalah menggunakan Sinovac, Pfizer, atau juga homolog AstraZeneca," ujarnya.
Selain itu, BPOM juga menunggu uji klinis vaksin Sinopharm. Saat ini, uji klinik vaksin Sinopharm untuk kategori homolog dan heterolog masih berlangsung.
"Uji klinik Sinopharm sudah berlangsung, kami tunggu datanya, mudahan dalam waktu secepatnya," kata Penny.
Sebelumnya, Penny mengatakan pemberian EUA pada lima vaksin sebagai booster sudah melalui tahap evaluasi. Proses evaluasi melibatkan Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin Covid-19, Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), serta asosiasi klinisi terkait.
"Lima vaksin telah mendapatkan rekomendasi memenuhi persyaratan yang ada sehingga bisa dilanjutkan dengan proses pemberian EUA," kata Penny dalam konferensi pers, Senin (10/1).
Dia menjelaskan, BPOM telah mengkaji keamanan, khasiat, dan mutu lima vaksin sebagai booster sejak November 2021. Lima vaksin tersebut juga sudah melalui tahapan uji klinik.
5 Jenis Vaksin Booster
Berikut rincian lima vaksin booster yang telah mendapatkan izin UEA:
1. Coronavac/Vaksin PT Bio Farma
Penny mengatakan, Coronavac menjadi vaksin booster homologous atau vaksin tambahan yang sama dengan jenis dosis pertama dan kedua. Booster Coronavac diberikan satu dosis setelah enam bulan vaksinasi dosis kedua kepada masyarakat di atas 18 tahun.
Berdasarkan hasil uji klinik, booster Coronavac menimbulkan kejadian tidak diinginkan berupa reaksi lokal seperti nyeri di tempat suntikan, kemerahan, dengan tingkat keparahan grade 1, 2.
"Imunogenisitas menunjukkan peningkatan titer antibodi netralisasi 21 hingga 35 kali setelah 28 hari pemberian vaksin booster ini pada subjek dewasa," jelas Penny.
2. Vaksin Pfizer
Sama seperti Coronavac, Pfizer menjadi booster homologous. Booster ini diberikan satu dosis pada masyarakat di atas 18 tahun yang sudah menerima dosis kedua minimal enam bulan.
Data uji klinik menunjukkan, kejadian tidak diinginkan booster Pfizer bersifat lokal. Umumnya berupa nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, demam dengan grade 1 sampai 2.
Imunogenisitas booster Pfizer menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi setelah satu bulan sebesar 3,3 kali.
3. Vaksin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca juga direkomendasikan menjadi booster homologous. Data uji klinik menunjukkan, kejadian tidak diinginkan pada booster AstraZeneca bisa ditoleransi dengan baik. Umumnya kejadian tidak diinginkan masuk kategori ringan dan sedang.
"Ringan lebih besar 55 persen, sedang 37 persen," kata Penny.
Imunogenisitas booster AstraZeneca menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi dari 1.792 menjadi 3.370. Meningkat tiga kali.
4. Vaksin Moderna
Menurut Penny, vaksin Moderna menjadi booster homologous dan heterologous. Booster Moderna hanya diberikan setengah dosis pada masyarakat di atas 18 tahun.
"Heterolognya Moderna untuk vaksin primernya AstraZeneca, Pfizer, dan Johnson," jelasnya.
Imunogenisitas booster Moderna menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi sebesar 13 kali setelah penyuntikan.
5. Vaksin Zifivax
Vaksin Zifivax menjadi booster heterologous dengan vaksinasis primer Sinovac atau Sinopharm. Imunogenisitas booster Zifivax menunjukkan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi netralisasi lebih dari 30 kali setelah dosis primer.
"Ini juga diberikan setelah enam bulan ke atas," tutupnya.
Jadi pahami perbedaan antara homolog dan heterolog sebelum memilih vaksin.
- Seteru dengan Luhut, Haris Azhar Dicecar Soal Akun Youtube Sampai Materi Wawancara
- Suara azan masjid di Papua: Mencari titik temu demi perdamaian di Tanah Tabi
- 2 Pejabat Terbunuh Dalam Percobaan Kudeta di Ethiopia
- Sudah 4 Kali "Pertunjukan" hingga Uang Tunai Rp 1,5 Juta, Inilah 5 Fakta Pesta Seks di Yogyakarta
- BPOM: Dua Perusahaan Farmasi Diduga Lakukan Pidana Terkait Gagal Ginjal Akut
- Besok, Evan Dimas dan Ilham Udin Gabung Selangor FA
Tulis Komentar