Nasional

KPK akan Kerja Sama untuk Mengungkap Dugaan Perbudakan di Rumah Bupati Langkat

Pimpinan KPK Nurul Ghufron.

GILANGNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menyatakan pihaknya siap bekerja sama dengan penegak hukum lainnya dalam mengungkap kasus dugaan perbudakan yang dilakukan Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.

"KPK akan terbuka untuk bekerja sama dan akan mensupport penegak hukum lainnya jika membutuhkan keterangan dan dokumentasi yang KPK miliki," ujar Ghufron kepada Liputan6.com, Selasa (25/1).

Ghufron menyebut tim penindakan KPK sempat melihat dua ruang yang diduga kerangkeng saat hendak mengamankan Terbit Rencana dalam operasi tangkap tangan (OTT). OTT KPK digelar pada Selasa 17 Januari 2022 dan Rabu 18 Januari 2022.

"Penyelidik KPK memang menemukan ruangan sebanyak 2 ruang yang terlihat seperti ruang berkerangkeng di area dalam pagar rumah Bupati Langkat," ujar Ghufron.

Namun menurut Ghufron, lantaran tim penindakan fokus ingin menangkap Terbit Rencana, maka saat itu tim penindakan hanya mendokumentasikan dua ruangan yang diduga menjadi lokasi perbudakan manusia itu.

"Karena pada saat itu tim KPK ke rumah tersebut untuk mencari bupati yang ternyata sudah tidak di tempat, KPK kemudian hanya mendokumentasikan karena harus melanjutkan pencarian yang bersangkutan (bupati) pada saat itu," kata Ghufron.

Diketahui, saat tim penindakan menggelar OTT di Kabupaten Langkat, Bupati Terbit Rencana sempat menghindar dari penangkapan. Diduga Bupati Langkat sudah mengetahui bahwa dirinya menjadi target operasi tim KPK.

Sebelumnya diberitakan, Migrant Care mengungkap dugaan kejahatan lain Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Selain terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, yakni dugaan perbudakan terhadap puluhan pekerja sawit yang dilakukan di rumahnya.

Ketua pusat studi migrasi Migrant CARE Anis Hidayah menjelaskan, puluhan orang dipekerjakan tidak manusiawi di kebun kelapa sawit milik Terbit selama 10 jam, mulai jam 8 pagi sampai jam 6 sore.

"Setelah mereka bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng/sel dan tidak punya akses apa pun termasuk komunikas," jelas Anis.

Anis meyakini, hal tersebut adalah kejahatan manusia dan melanggar UU nomor 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

"Migrant CARE meminta kepada Komnas HAM untuk melakukan langkah-langkah kongkrit sesuai kewenangannya guna mengusut tuntas praktek pelanggaran HAM tersebut," Anis memungkasi.


Tulis Komentar