Nasional

Poin-Poin Krusial dalam RUU Hukum Acara Perdata

DPR mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif.

GILANGNEWS.COM - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan penjelasan Presiden Jokowi atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Perdata dalam Rapat Kerja bersama Komisi III DPR RI, Rabu (16/2). Yasonna menjelaskan beberapa poin penambahan dan penguatan dalam rancangan Hukum Acara Perdata.

Yasonna menjelaskan, terdapat norma penguatan sebagai penyempurnaan dalam RUU Hukum Acara Perdata. Antara lain pihak-pihak yang menjadi saksi dalam melakukan penyitaan, jangka waktu pengiriman permohonan kasasi, memori kasasi dan kontra memori kasasi, serta kepastian waktu pengiriman salinan putusan kasasi ke pengadilan negeri.

Kemudian kepastian waktu pengiriman salinan putusan kasasi ke para pihak, syarat kondisi ketika MA ingin mendengar sendiri para pihak atau para saksi dalam pemeriksaan kasasi, penguatan batas waktu pengiriman berkas perkara PK ke MA, reformulasi pemeriksaan perkara dengan acara singkat, serta pemeriksaan perkara dengan acara cepat dan reformulasi jenis putusan.

"Penambahan norma yang muncul atas adanya kebutuhan hukum yang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat, antara lain pemanfaatan teknologi dan informasi dan pemeriksaan perkara dengan acara cepat," kata Yasonna, saat membacakan penjelasan Presiden atas RUU tentang Hukum Acara Perdata, di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/2).

Yasonna menjelaskan, pemanfaatan teknologi informasi pada saat pemanggilan pihak yang berperkara dapat dilakukan secara elektronik juga pengumuman penetapan. Pemanfaatan teknologi dan infomasi ini dapat mempersingkat waktu, mempermudah akses, dan data pemanggilan pihak yang berperkara secara otomatis dapat tersimpan dalam sistem informasi.

"Ini menjadikan proses pemanggilan lebih efektif dan efisien. Perkembangan teknologi dan informasi berdampak pada perluasan alat bukti yang mengacu pada UU ITE yang telah mengatur keberadaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah," ujar Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan PDIP itu.

Terkait pemeriksaan perkara dengan acara cepat, menurutnya sangat penting karena kemudahan berusaha (ease of doing business) bukan hanya dipengaruhi regulasi dan perizinan. Namun juga waktu tunggu yang dihabiskan dalam menyelesaian perkara di pengadilan.

"Oleh karena itu dalam RUU Hukum Acara Perdata diatur mengenai pemeriksaan perkara dengan acara cepat. Hal ini sesuai dengan salah satu asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yakni peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan," jelasnya.

"Suatu perkara dapat diperiksa, diadili, dan diputus dengan acara cepat, jika nilai Gugatannya paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah)," ucap Yasonna.

Adapun, kata dia, pemeriksaan dengan acara cepat meliputi perkara utang piutang yang timbul berdasarkan perjanjian, kerusakan barang yang timbul berdasarkan perjanjian, cedera badan pribadi yang timbul berdasarkan perjanjian, dan pembatalan perjanjian.

Yasonna menuturkan, pemeriksaan perkara dengan acara cepat pembuktiannya dilakukan dengan cara sederhana. Dalam pembuktian sederhana, terhadap dalil gugatan yang diakui dan/atau tidak dibantah oleh tergugat, tidak perlu dilakukan pembuktian. Kemudian, terhadap dalil gugatan yang dibantah, dan hakim melakukan pemeriksaan pembuktian.

"Pengadilan memutus perkara dengan acara cepat dalam waktu paling lama 30 hari dan Putusan Pengadilan dengan acara cepat tidak dapat diajukan upaya hukum apapun," ungkap Yasonna.

Dia menambahkan, materi Hukum Acara Perdata akan menjangkau hakim, ketua pengadilan, juru sita, panitera, para pihak yang beracara di persidangan perdata, ahli waris, dan kuasa hukum para pihak. Termasuk aparat penegak hukum, maupun masyarakat maupun pelaku usaha.

Yasonna menuturkan, RUU Hukum Acara Perdata diarahkan untuk mampu memberikan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi semua pihak, terutama dalam hal menyelesaikan sengketa keperdataan para subyek hukum.

Selain itu untuk melindungi hak asasi manusia, mampu memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pelaksanaan hak asasi dan kewajiban.

Peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata yang ada dan berlaku sampai saat ini tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Peraturan Perundang-undangan Hukum Acara Perdata peninggalan Kolonial Belanda ada 3 jenis. Yaitu Burgelijke rechts voordering (Brv) adalah untuk golongan Eropa, Het Herziene Indonesische Reglement (HIR) adalah untuk golongan Bumiputra wilayah Jawa dan Madura, Reglement Buitingewesten (Rbg) adalah untuk golongan Bumiputra wilayah luar Jawa dan luar Madura.

Selain itu, masih banyak Peraturan Perundang-undangan produk NKRI termasuk SEMA dan PERMA.

Sementara, Komisi III DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Perdata untuk dibahas. RUU Hukum Acara Perdata akan dibahas di tingkat panitia kerja (panja) dengan 1.239 daftar inventarisir masalah (DIM).

"Berdasarkan hasil kompilasi dari masing masing fraksi maka dapat kami sampaikan DIM RUU tentang haper (hukum acara perdata) sebanyak 1.239 DIM, banyak juga nih Pak Menteri," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Golkar Adies Kadir saat rapat dengan Menkumham Yassonna Laoly di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/2).

Rincian DIM RUU Hukum Acara Perdata yaitu DIM bersifat tetap sebanyak 930, DIM bersifat redaksional sebanyak 172, DIM bersifat subtansi sebanyak 137, serta DIM bersifat subtansi baru sebanyak 83.

"Rapat selanjutnya yaitu pembahasan tingkat panja yang akan dilakukan pada masa sidang empat tahun sidang 2021 2022 dengan agenda-agenda pembahasan DIM," kata Adies.

Adies sendiri dipilih menjadi Ketua Panitia Kerja RUU Hukum Acara Perdata. Hal itu

Berdasarkan keputusan rapat internal Komisi III DPR RI tanggal 11 Januari 2022.

"Telah diputuskan bahwa yang akan menjadi ketua Panja Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata yaitu Saudara Doktor Insinyur Haji Adies Kadir. Untuk itu kami meminta persetujuan kembali apakah dapat menyetujui?," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi PAN Pangeran Khairul Saleh.

"Setuju," sahut seluruh fraksi di ruang rapat. 


Tulis Komentar