Banyak cerita pilu di balik bencana yang menghantam Lebak. Dari mulai kehilangan tempat tinggal, pekerjaan, cemas mati kelaparan hingga rebutan bantal di pengungsian.
Namun, semua itu seolah tertutup oleh isu tentang DKI Jakarta. Media sosial lebih ramai membicarakan banjir di Jakarta dan sekitarnya.
Berulang kali trending topic di Twitter pun hanya menyangkut banjir di Jabodetabek. Lebak tidak turut menjadi perhatian publik.
Cemas Mati Kelaparan
Siti Khadijah, warga Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong, Lebak, dan dua orang kepala keluarga lainnya lapar tak keruan pada Kamis lalu (9/1). Mereka sudah tak punya makanan yang bisa mendiamkan suara keroncong dari perut.
Siti dan dua keluarga itu mengungsi di sebuah rumah kosong tak jauh dari tempat tinggalnya yang rusak berat akibat banjir. Mereka tidak tinggal di posko pengungsian.
Saat stok makanan benar-benar habis, mereka lalu mendatangi posko pengungsian di GOR Futsal Desa Banjar Irigasi. Mencari bantuan makanan untuk dibawa pulang dan disantap bersama.
Namun, mereka tak mendapat apa yang dibutuhkan. Petugas dan relawan tidak memberi jatah makanan lantaran Siti dan dua kepala keluarga lainnya tidak terdata sebagai pengungsi.
Siti kecewa bukan kepalang. Dia takut mati kelaparan karena benar-benar sudah tak memiliki makanan. Beras bantuan dari pemerintah pusat pun sudah habis.
Berbekal harapan bantuan dari tempat lain, Siti dan 2 kepala keluarga itu lalu berjalan meninggalkan posko. Beruntung masih ada tenaga yang bisa digunakan untuk mencari bantuan makanan.
Hingga kemudian mereka tiba di Posko Peduli Nahdlatul Ulama (NU). Tak peduli apakah bakal ditolak seperti di posko sebelumnya, mereka mencoba untuk meminta bantuan makanan ketimbang mati kelaparan.
"Kami nekat datang ke sini untuk mendapatkan bantuan beras, lauk pauk, mie instan dan air kemasan," kata Siti.
Beruntung, Posko Peduli NU masih memiliki stok logistik yang cukup banyak. Siti bersyukur bisa memperoleh bantuan sehingga bisa bertahan hidup beberapa pekan ke depan.
"Kami menyalurkan bantuan itu mencukupi untuk kebutuhan dua pekan ke depan untuk tiga kepala keluarga," ucap relawan Posko Peduli NU, Maksum.
Tak Berpikir Hari Esok
Saprudin (45), warga Desa Banjar Irigasi, Lebak Gedong, Lebak tengah melamun di pengungsian. Benaknya diselimuti kegelisahan dan ketakutan.
Bagaimana tidak, Saprudin sehari-hari berdagang es jus keliling. Namun, gerobaknya hanyut terbawa banjir bandang. Harta benda di rumahnya pun tak terselamatkan.
"Kami belum memikirkan ke depan usaha apa, karena gerobak yang sehari-hari untuk menafkahi keluarga hilang diterjang banjir bandang itu," ucapnya di pos pengungsian GOR Futsal.
Saprudin memiliki dua orang anak yang masih menuntut ilmu. Dia takut kedua buah hatinya itu putus sekolah akibat banjir yang membuat ekonomi keluarga luluh lantak.
Anak pertama Saprudin kuliah semester 3 di STKIP Setia Budhi, Rangkasbitung. Uang kuliah dan biaya hidup untuk anaknya sebesar Rp5 juta belum bisa dipenuhi.
Semua itu akibat banjir yang melumpuhkan perekonomian keluarga Saprudin. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Saprudin senantiasa diselimuti rasa cemas jika memikirkan itu semua. Jauh lebih baik tidak dipikirkan untuk saat ini.
"Kami sekarang memikirkan tinggal kemana bersama keluarga, karena sudah tidak memiliki uang juga pekerjaan pascabanjir bandang itu," katanya.
Rebutan Bantal
Puluhan ribu warga Lebak, Banten mengungsi akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor. Mereka mengungsi di sejumlah posko.
Salah satunya adalah posko GOR Futsal Desa Banjar Irigasi Kecamatan Lebak Gedong, Lebak. Sedikitnya ada seribu jiwa yang mengungsi di sana.
Mereka berdesak-desakan. Luas posko memang terbatas. Begitu pula dengan stok bantuan. Salah satunya adalah bantal yang sangat langka.
Warga yang mengungsi di sana kerap rebutan bantal agar sanak keluarganya bisa tidur dengan lebih nyaman di pengungsian.
"Kami beruntung mendapat bantal dua buah,meski rebutan dan saling berdesakan," kata Hendar, salah satu pengungsi.
Hendar mengatakan bahwa relawan memang beberapa kali membagikan bantal. Akan tetapi, jumlahnya sangat terbatas. Dengan demikian, tidak bisa dibagikan secara merata.
Problem itu membuat pengungsi saling rebutan demi meraih bantal. Bahkan, sebelum relawan mulai dibagikan, sudah ada pengungsi yang menunggu dari kejauhan agar diberikan bantal lebih dahulu.
"Kami lebih sigap ketika karung itu dibawa relawan langsung diambil dan bisa membawa tiga bantal tidur untuk anak," katanya.
Hendar mengatakan masih begitu banyak pengungsi yang pasrah tidur tanpa bantal, guling mau pun selimut selama berhari-hari. Mereka memilih itu ketimbang menghadapi persoalan baru di pengungsian usai rumah dan hartanya lenyap ditelan bencana.
"Kami berharap pemerintah daerah maupun donasi agar menyalurkan bantuan bantal dan selimut yang digunakan warga pengungsi," kata Lili, salah satu pengungsi.
Sejauh ini, Pemkab Lebak intensif memberikan bantuan kepada korban banjir dan tanah longsor. Bantuan makanan dan lain-lain disebar ke berbagai titik, termasuk permukiman yang sulit dijangkau.
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya juga menjanjikan bantuan dana bagi warganya yang kehilangan tempat tinggal. Bantuan dana stimulan untuk pembangunan rumah sebesar Rp50 juta untuk rumah rusak berat, Rp25 juta rusak sedang dan Rp10 juta rusak ringan.
Selain itu, warga yang terdampak bencana juga akan mendapat bantuan dana hunian sementara untuk menyewa rumah Rp500 ribu per bulan. Bakal diberikan selama 6 bulan hingga tempat tinggalnya selesai dibangun.
"Kami berharap pemulihan lokasi bencana itu bisa dilakukan secepatnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat," ujar Titi.
Tulis Komentar