Kejadian tersebut menjadi ramai setelah diunggah pertama kali oleh akun Facebook Ana Julva CyaNk Bundha, Sabtu (4/1). Dari rekaman kamera, tampak video tersebut diambil di Rumah Makan Napinadar Malau Sidikalang di Sitinjo, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
Dalam video tersebut terlihat seorang perempuan berbaju hijau merasa keberatan dan tidak terima dengan total pembayaran yang dipatok warung tersebut. Menurutnya, total Rp 800 ribu yang harus dibayarnya tidaklah masuk akal.
"Ayam segitu? Yang benar saja. Nggak logis. Memang dah dimakan, tapi nggak begitu caranya," kata pelanggan tersebut dengan logat Bataknya yang kental.
Lantaran dinilai tidak masuk akal, perempuan itu pun menanyakan ayam jenis apa yang mereka suguhkan sehingga harganya bisa sangat tinggi. Si kasir pun menjelaskan bahwa ayam yang mereka sajikan adalah jenis ayam kampung.
"Ayam kampung. Ya udah, kalau enggak mau makan enggak usah. Siapa suruh makan?" jawabnya.
Seolah masih tidak terima, pelanggan itu mengingatkan agar tidak mematok harga yang tidak wajar. Padahal, menurutnya rumah makan lainnya mematok harga jauh di bawahnya untuk menu yang sama.
Adu argumen pun terus berlanjut. Si kasir itu menyebut bahwa kualitas ayam yang mereka gunakan sangatlah bagus. Selain itu, beda porsi juga tentu beda harga. Sebab, pelanggannya itu datang sekeluarga.
Kendati demikian, pelanggan tetap menganggap harga tersebut tidaklah masuk akal. Menurutnya, tidak ada bedanya ayam yang digunakan oleh warung tersebut dengan warung yang lain.
"Nggak ada beda, sama-sama ayamnya itu. Jangan karena udah dalam perut dibilangkan segini harganya. Ini pemerasan," timpal si pelanggan.
Setelah video tersebut viral, anak pemilik Rumah Makan Napinadar Malau Sidikalang pun memberikan klarifikasi melalui Instagram @bataknesia, Rabu (15/1). Dalam penjelasannya, pelanggannya yang tidak terima dengan harga Rp 800 ribu untuk ayam dua ekor itu datang sekeluarga sebanyak sepuluh orang.
Total harga tersebut juga dipengaruhi oleh momen tahun baru, di mana banyak harga bahan-bahan pokok mengalami kenaikan, termasuk daging ayam kampung. Terlebih saat itu, di Kabupaten Dairi banyak sekali babi yang mati. Hal itulah yang membuat harga ayam kampung yang normalnya Rp 80 ribu naik hingga Rp 120 ribu per ekor.
"Setiap harga di akhir tahun semua bahan pokok akan naik dan begitu juga dengan daging ayam kampung. Terutama karena 2019 babi banyak mati di Kabupaten Dairi," tulisnya.
Dari satu ekor ayam biasanya akan dipotong-potong menjadi 14 bagian. Jika dijual per potong di hari normal biasanya seharga Rp 25 ribu. Namun, untuk satu porsi nasi lengkap dengan sayur, buah, dan minuman, warung tersebut mematok harga Rp 35 ribu. Akan tetapi, di momen tahun baru harganya naik menjadi Rp 40 ribu untuk satu porsi lengkap, belum termasuk pajak.
"1 orang makan nasi, sop asli ayam kampung, 1 potong Ayam Napinadar, sayur, buah (gratis pisang), air minum, tissue, dan pelayanan = 35.000," jelasnya.
Dengan begitu, jika ayam satu ekor sama dengan 14 potong, maka untuk ayam dua ekor menjadi 28 potong atau porsi. Artinya, jika dihitung per porsi maka perhitungannya 28 dikalikan Rp 40 ribu sehingga totalnya mencapai Rp 1.120.000.
Harga Rp 800 ribu yang dipatok untuk ayam dua ekor hingga akhirnya viral tersebut bisa jadi lebih murah dari yang seharusnya. Hal itu lantaran keluarga yang makan saat itu hanya terdiri dari sepuluh orang. Artinya, tidak bisa dihitung 28 porsi makanan lengkap. Hanya saja, pemilik warung kemungkinan tetap menghitung ayam dua ekor sama dengan 28 potong.
Tulis Komentar