Nasional

Pakar Ungkap Beda Rezim Jokowi dan China Tangkal Hoaks Corona

Ilustrasi.

GILANGNEWS.COM - Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Ketua Yayasan Pusat Studi China Rene Pattiradjawane berharap agar pemerintah harus pro aktif memberikan sebuah fakta mengatakan dalam perang melawan hoaks perihal virus corona Covid-19.

Ia berharap pemerintah bisa gerak cepat untuk melawan hoaks dengan fakta untuk mengurangi keresahan nasional. Hal ini dilakukan karena Kominfo memiliki otoritas untuk melawan balik hoaks corona.

"Pemerintah harus pro aktif karena pasti dia akan kalah cepat [dari hoaks]. harus bergerak cepat real time," ujar Rene saat ditemui di Kantor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Selasa (18/2).

Ia menjelaskan apabila tidak dilakukan dengan cepat, Indonesia bisa kacau akibat hoaks. Rene mengatakan saat ini Indonesia justru bisa kacau akibat hoaks virus corona, bukan karena virusnya. Hingga saat ini belum ada satu pun kasus corona di Indonesia.

"Kalau tidak yang bikin kacau itu bukan virusnya, tapi kekacauan di media sosial ini," kata Rene.

Rene mengatakan media sosial merupakan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan pendapat. Sayangnya, hoaks juga tumbuh subur di media sosial dengan literasi digital yang minim.

"Setiap orang akan bicara berdasarkan pengetahuan dia yang dia dapat juga dari perangkat teknologi dia yang kita tidak tahu. dan bagaimana dia lakukan verifikasi," kata Rene.

Rene kemudian berharap penanggulangan hoaks bisa ditangani dengan teknologi yang semakin canggih. Ia berharap deep learning dan machine learning bisa semakin berkembang agar mampu memberikan data kepada suatu mesin kecerdasan buatan (AI).

Dengan demikian, AI bisa semakin mumpuni untuk melakukan pemblokiran secara real time.

"Jadi kemajuan deep learning dan machine learning itu sedemikian rupa dikembangkan sebuah model artifisial intelijen. yang mampu untuk menyerap dan mengendap ini semua dan pemerintah harus  yang paling duluan melakukannya [teknologi itu]," kata Rene.

China Represif Tekan Hoaks Virus Corona

Berbeda dengan pemerintahan Jokowi, Rene mengatakan pemerintah China bertindak represif perihal penanganan hoaks virus Covid-19.

Pemerintah China langsung mencari penyebar hoaks dan langsung ditempuh jalur hukum sesuai dengan aturan yang berlaku di sana. Tindakan represif ini dilakukan untuk melawan masifnya penyebaran hoaks di media sosial.

"Kalau di sana ngaco-ngaco dikit ditangkap. Cara dia menegakkan memang represif, tapi cara dia atasi mengatasi kemajuan teknologi ya seperti itu," kata Rene.

Selain itu, tindakan represif ini juga didukung dengan memblokir platform-platform terkenal seperti Facebook, Instagram, WhatsApp, Google, Snapchat, YouTube hingga  dan Twitter di China. Sebagai gantinya, pemerintah China menyediakan platform pengganti platform-platform yang diblokir.

Sebut saja Baidu sebagai pengganti mesin pencarian Google hingga Weibo sebagai pengganti Facebook dan Twitter.

Ada pula Youku Tudou yang merupakan platform video streaming seperti YouTube. Kemudian ada pula QQ, aplikasi pesan instan lain yang juga dikembangkan oleh Tencent.

Kemudian bahkan ada aplikasi yang berhasil menembus pasar internasional, yaitu WeChat. Aplikasi ini menggabungkan beberapa fungsi aplikasi media seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, hingga Skype.

Hal ini akan membuat masyarakat China seolah terputus dengan dunia luar di media sosial. Sebab platform-platform pengganti tersebut tak marak digunakan di luar China.

"Masyarakat di dunia pakai Facebook, mereka tidak pakai Weibou," ujar Rene.

Dihubungi terpisah, Pengamat TIK dari ICT Institute, Heru Sutadi mengakui pemerintah China memang sangat menindak tegas pelaku penyebaran hoaks. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang mengandalkan Kementerian Komunikasi & Informatika (Kemenkominfo) untuk memberi fakta dan pemblokiran hoaks.

"Di sini tergantung Kemenkominfo dan pihak yang terkena hoaks. Kalau hoaks Corona diblokir situs nya atau alamat URL-nya," kata Heru.


Tulis Komentar