Nasional

Tak Sepakat dengan BNN, Anggota DPR FPKS Tolak Kratom Disamakan dengan Ganja

Daun Kratom.

GILANGNEWS.COM - Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Alifudin tak sepakat dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) yang menyamakan kratom dengan narkotika. Stigma itu akan merugikan petani kratom khususnya di Kalimantan Barat.

"Kratom berbeda dengan ganja. Menurut mayoritas orang yang mengonsumsi kratom bahwa mereka tidak berhalusinasi sedangkan ganja itu berhalusinasi," ujar Alifudin dalam keterangan tertulis, Kamis (30/9/2021).

Menurut Alifudin, kratom bisa dimanfaatkan masyarakat sesuai dengan aturan yang tepat guna. Sebab itu, ia juga meminta agar pemerintah mendukung legalitas tanaman kratom.

Pelarangan kratom, menurutnya, akan berdampak terhadap perekonomian petani. Terlebih lagi di daerah seperti Kapuas Hulu yang merupakan sentra pertanian kratom. Hal ini berpotensi menyebabkan pengangguran dalam pandemi Covid-19.

BNN memasukan kratom sebagai narkotika jenis 1. Sementara itu, dalam Permenkes nomor 4 Tahun 2021, tanaman kratom tidak masuk dalam golongan narkotika.

"Puluhan juta pohon kratom sudah ada di Kalimantan barat sejak dahulu kala, kalau dilarang dan ditebang, bisa jadi cap dari UNESCO terhadap daerah Hutan Betung Karibun dan Danau Sentarum Kalimantan Barat, tidak lagi menjadi paru-paru dunia," tukasnya.

Menkes Budi Gunadi Sadikin menyerahkan polemik kratom ke para ahli untuk diteliti dampak positif dan negatifnya. Ia mengaku sudah berkoordinasi dengan BNN membahas kratom.

Sebelumnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan daun kratom (Mitragyna Speciosa) tetap dilarang meski belum masuk daftar narkotika golongan I, yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan (Kemkes). Daun ini memiliki efek psikotropika jauh lebih besar dari morfin dan bisa menimbulkan kecanduan.

"Di Indonesia sudah ditemukan 76 jenis NPS (new psychoactive substances), dimana ada beberapa yang masih dalam proses pembicaraan to be regulated dengan Kementerian Kesehatan, salah satunya adalah kratom," kata Kepala Pusat Penelitian Data dan Informasi (Puslitdatin) BNN, Agus Irianto beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, kratom masuk spesies atau satu keluarga dengan kopi, tapi unsur mitracylin yang membuat berbahaya. "Punya efek ada stimulusnya, depresennya, seperti itu yang dari kacamata laboratorium. Efeknya, 13 kali lebih dahsyat daripada morfin," tuturnya.

Namun kata dia, di Kalimantan Barat tanaman ini dijadikan obat herbal dan dijual di web resmi karena belum ada aturan yang melarang penjualan kratom. "Kratom ini sebenarnya tanaman di indigenous area yang tingginya 14-16 meter. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melegalkan untuk dijual sebagai produk herbal dan malah dijadikan salah satu unggulan untuk menambah PAD (pendapatan asli daerah)," bebernya.


Tulis Komentar