Nasional

Jadi, Nama 'Nusantara' Asli Majapahit Jawa atau Kutai Kaltim?

Ilustrasi: Relief modern menggambarkan Mahapatih Gajah Mada dari Majapahit berucap Sumpah Palapa untuk mengalahkan Nusantara.

GILANGNEWS.COM - Pilihan kata 'nusantara' sebagai nama ibu kota negara di Kalimantan Timur (Kaltim) sempat dinilai Jawa-sentris. Belakangan, ahli sejarah menjelaskan Nusantara justru merupakan nama asli Kutai di Kaltim. Jadi istilah 'nusantara' itu berasal dari Jawa atau dari Kutai?
Dari Majapahit (Jawa)

Selama ini jamak dipahami, nama 'Nusantara' berasal dari era Majapahit. Nusantara termaktub dalam catatan ini:

1. Kakawin Nagarakertagama karya Mpu Prapanca
Tahun: 1365 Masehi, zaman Majapahit.
Ditemukan: 1894 Masehi di Lombok, zaman Hindia-Belanda

2. Kitab Pararaton
Tahun: 1481 (naskah Pararaton paling tua)
Dalam kitab itu pula, termaktub Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada yang bertekad mengalahkan Nusantara.

Secara umum, Majapahit memang punya pusat pemerintahan di Pulau Jawa bagian timur (tentu saja saat itu belum ada Provinsi Jawa Timur). Saat itu, Nusantara dipahami sebagai daerah di luar pengaruh budaya Majapahit (Jawa). Daerah Nusantara berada lebih luar dari Nagargung (pusat pemerintahan) dan mancanegara (luar pusat pemerintahan namun masih terpengaruh budaya Majapahit). Karena Nusantara dipahami sebagai nama dari perspektif Jawa, maka nama Nusantara sebagai ibu kota negara di Kaltim dinilai sebagai Jawa-sentris oleh sejarawan JJ Rizal.

"Sebab itu sejak zaman pergerakan, istilah Nusantara tersingkir karena dianggap Jawa-sentris," kata Rizal kepada Perspektif wartawan, Selasa (20/1) kemarin.

Asli Kutai (Kaltim)

Namun pandangan alternatif mendapat sorotan publik sejurus kemudian. Nama 'Nusantara' bukan berasal dari Jawa, melainkan justru berasal dari Kaltim sendiri. Nusantara adalah nama asli dari Kutai sebelum daerah itu bernama Kutai, yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara, berdiri pada abad 14. Pandangan ini dikemukakan oleh sejarawan Samarinda, Muhammad Sarip.

Muhammad Sarip menjelaskan, nama 'Nusantara' sendiri secara kata memang terpengaruh dari bahasa Sanskerta (bahasa dari India). Namun kata 'nusantara' sudah menjadi nama tempat (toponimi) untuk daerah di timur Kalimantan yang di kemudian hari bernama Kutai, yakni sebelum Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada 1300-1325 Masehi dan berlangsung sampai berabad-abad setelahnya (bandingkan dengan masa eksistensi Majapahit 1293-1527 Masehi).

Setelah itu, barulah nama Nusantara menjadi populer di luar Pulau Kalimantan dan sampai ke telinga Jawa, sampai ke telinga Kerajaan Majapahit.

"Interaksi lintas pulau tentu saja bisa mempopulerkan sebutan Nusantara. Istilah Nusantara berkembang menjadi sebutan lampau dari pulau luas Kalimantan," kata Sarip kepada Perspektif detikcom, Rabu (19/1/2022).

Muhammad Sarip adalah sejarawan yang diakui kompetensinya oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dia mendasarkan pendapatnya pada dua catatan berikut.

Dua catatan bukti 'Nusantara nama asli Kutai':

1. Penulis: S.W. Tromp (Solco Walle Tromp)
Judul: Uit de Salasila van Koetei (Salasila Kutai)
Jurnal: Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia, Volume 37: Issue 1
Penerbit: Brill
Tahun: 1 Januari 1888

2. Penulis: S.C. Knappert
Judul: Beschrijving van De Onderafdeeling Koetei (Deskripsi Onderafdeeling/Subdivisi Kutai)
Jurnal: Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia, Volume 58: Issue 1
Penerbit: Brill
Tahun: 1 Januari 1905

Bila dibandingkan angka tahunnya, tentu Nagarakertagama dan Pararaton lebih tua ketimbang referensi Sarip di atas. Namun menurut Sarip, Kitab Nagarakertagama baru ditemukan oleh Belanda pada enam tahun setelah penelitian SW Tromp terbit di Jurnal tahun 1888.

"Kitab Nagarakertagama saja baru ditemukan KNIL (tentara kerajaan Belanda) tahun 1894 di Lombok. Itu juga nggak langsung diteliti," kata Sarip.

Dia sendiri bersikap skeptis terhadap Kitab Pararaton yang bagian tertuanya ditulis dua abad setelah Nagarakertagama. "Secara umum, Pararaton nggak terlalu kuat buat dijadikan referensi sejarah," ujarnya.


Tulis Komentar