Nasional

Polri Ungkap Penyebab Kematian di Kanjuruhan Bukan Gas Air Mata

Suasana kericuhan di laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan.

GILANGNEWS.COM - Polri menegaskan penyebab dari kematian ratusan orang dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur bukan dikarenakan kandungan dalam gas air mata yang dilepaskan petugas saat pengendalian massa.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyampaikan, berdasarkan keterangan dokter Rumah Sakit Saiful Anwar Malang bahwa tidak ada yang menyebut gas air mata menjadi penyebab kematian dalam tragedi Stadion Kanjuruhan.

"Dari penjelasan para ahli, spesialis yang menangani korban yang meninggal dunia maupun korban-korban yang luka, dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit hati dan juga spesialis penyakit mata menyebutkan tidak satupun yang menyebutkan penyebab kematian adalah gas air mata," tutur Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/10).

Menurut Dedi, penjelasan tersebut didapatnya dari Direktur RS Saiful Anwar saat kunjungannya langsung ke rumah sakit pada Senin, 3 Oktober 2022. Dia datang bersama dengan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta, serta beberapa pejabat lainnya.

"Tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen. Terjadi berdesak-desakkan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan yang mengakibatkan kekurangan oksigen pada Pintu 13, 11, 14, 3," jelas Dedi.

Temuan Koalisi Masyarakat Sipil

Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan hasil investigasinya, terkait tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Hasilnya, terdapat temuan awal bahwa benar telah terjadi tindak kekerasan yang diduga dilakukan secara sistematis dan tidak hanya melibatkan pelaku di lapangan.

"Bahwa pada saat pertengahan babak kedua, terdapat mobilisasi sejumlah pasukan yang membawa gas air mata, padahal diketahui tidak ada ancaman atau potensi gangguan keamanan saat itu," kata Kepala Divisi Hukum Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andi Muhammad Rezaldy, saat dikonfirmasi Liputan6.com melalui pesan singkat, Senin (10/10).

Dia menambahkan, investigasi koalisi menyebut timbulnya korban jiwa adalah akibat dari efek gas air mata yang digunakan oleh aparat kepolisian.

Padahal, sebelum tindakan penembakan gas air mata, tidak ada upaya dari aparat untuk menggunakan kekuatan lain seperti kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan atau suara peringatan hingga kendali tangan kosong lunak.

"Padahal berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan, polisi harus melalui tahap-tahap tertentu sebelum mengambil tahap penembakan gas air mata," tutur Andi.

Andi melanjutkan, berdasar kesaksian para suporter, penembakan gas air mata tidak hanya ditujukan ke bagian lapangan, tetapi juga mengarah ke bagian tibun sisi Selatan, Timur, dan Utara. Akibatnya, timbul kepanikan yang luar biasa bagi suporter yang berada di sisi tribun.

"Mereka yang ingin hendak keluar (terjebak) dengan kondisi akses evakuasi yang sempit, terjadi penumpukan di sejumlah pintu yang terkunci. Akibatnya, para korban sulit bernapas hingga menimbulkan korban jiwa," kata Andi.

Sebagai informasi, selain KontraS, Tim Pencari Fakta Koalisi Masyarakat Sipil juga terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, dan IM 57+ Institute. Investigasi dilakukan selama 7 hari pasca insiden yang terjadi 1 Oktober 2022.

Sejauh ini tercatat, total korban jiwa sebanyak 131 orang dengan ratusan orang lainnya juga dilaporkan menjadi korban luka.

Temuan Komnas HAM

Komnas HAM mendapatkan informasi gas air mata yang dipakai polisi dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang sudah kedaluwarsa. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan, pihaknya akan mendalami kebenaran informasi tersebut.

"Iya jadi soal yang apa (gas) kedaluwarsa itu informasinya memang kita dapatkan. Tapi memang perlu pendalaman," kata Anam, Senin (10/10).

"Yang penting sebenarnya kalau perkembangan sampai hari ini, sepanjang informasi yang kami dapatkan, Senin hari ini tanggal 10 itu yang harus dilihat dinamika di lapangan," sambungnya.

Dia menegaskan pemicu utama tewasnya ratusan suporter Aremania dalam tragedi Kanjuruhan tersebut adalah gas air mata. Tembakan gas air mata itu membuat para suporter menjadi panik mencari jalan keluar. Sehingga mereka berdesakkan, ada yang terinjak-injak sampai sesak napas akibat gas tersebut.

"Dinamika di lapangan itu pemicu utama memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan, sehingga banyak suporter atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar dan berdesak-desakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah napas dan lain sebagainya," tegasnya.

Kondisi suporter yang panik itu diperparah dengan pintu keluar Stadion Kanjuruhan sempit. Padahal, menurut Anam, kondisi di lapangan saat ini bisa terkendali apabila tidak ada tembakan gas air mata.

"Sedangkan pintunya juga yang terbuka juga pintu kecil. Sehingga berhimpit-himpitan, kaya begitulah yang sepanjang hari ini yang mengakibatkan kematian. Jadi eskalasi yang harusnya sudah terkendali ya, kalau kita lihat dengan cermat itu kan terkendali sebenarnya terkendali tetapi semakin memanas ketika ada gas air mata. Lah gas air mata ini lah yang penyebab utama adanya kematian bagi sejumlah korban," tutupnya.


Tulis Komentar