Nasional

Kompolnas Minta Polri Selidiki Aliran Dana Rp100 Triliun di Rekening Brigadir J

Aksi lilin untuk Brigadir J.

GILANGNEWS.COM - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Bareskrim Polri untuk mendalami kabar dokumen rekening mencapai Rp100 triliun yang disebut milik Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

"Sebagai Anggota Kompolnas meminta Bareskrim kiranya dapat mendalami informasi rekening almarhum Brigadir J yang diduga triliunan," kata Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim kepada wartawan, Jumat (2/12).

Menurutnya, pendalaman yang dilakukan Bareskrim Polri ke depannya bisa dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna melacak kebenaran dari rekening yang bernilai fantastis tersebut.

Sebab, lanjut Yusuf, persoalan isu rekening yang menyangkut Brigadir J bukan hal baru. Saat awal kasus pembunuhan mencuat, dikabarkan ada transfer uang dari rekening Brigadir J ke tersangka lain.

"Saat itu saya sempat mendapatkan info ada uang hanya jumlahnya berapa belum jelas. Yang kemudian Kuasa Hukum Brigadir J Kamarudin mengemukakan adanya uang keluar dari rekening atas nama Brigadir J yang dikatakan Rp200 juta itu," jelasnya.

Berangkat dari kabar itu, polisi melakukan penyelidikan. Hingga akhirnya kabar tersebut ternyata benar berdasarkan pengakuan saksi dalam persidangan pembunuhan Brigadir J.

"Dalam perkembangan waktu, kemudian setelah Kamarudin mengemukakan demikian. PPATK tanggal 18 Agustus meminta pihak bank membekukan sementara transaksi rekening atas nama Brigadir J. Karena ada kecurigaan transaksi yang dapat diduga tindak pidana," jelasnya.

Mengenai uang ratusan triliunan di rekening Brigadir J, Yusuf menegaskan seharusnya kepolisian segera turun tangan. "Nah sekarang, sebuah LSM mendapat data rekening atas nama Brigadir J, apakah itu yang dibekukan oleh PPATK," ujar Yusuf.

Dokumen Saldo Rekening Brigadir J

Sebelumnya, Sebuah potongan dokumen viral di media sosial bertuliskan nama Nofriyansah Yosua yang memiliki uang hampir mencapai Rp100 triliun. Dokumen itu terlihat ditandatangani oleh dua pejabat salah satu bank pelat merah.

"Ternyata ada misteri uang Rp100 triliun di balik kasus penembakan Brig J. Ngeriiii….!" tulis salah satu akun Twitter, Jumat (25/11).

Menanggapi itu, Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan, itu merupakan platfon tertinggi pembekuan.

"(Bener rekeningnya isinya hampir Rp100 triliun) Itu plafon tertinggi pembekuan. Prakret lazim di perbankan dan selalu menggunakan nilai tertinggi yang hampir mustahil," kata Natsir saat dihubungi, Jumat (25/11).

"Jadi kalau kami perintahkan pembekuan rekening, bank akan setting di sistemnya jumlah maksimal yang akan dibekukan oleh bank. Sehingga, sistem akan membaca numerik yang diberikan," sambungnya.

Sehingga, apabila ada seorang nasabah melakukan transaksi masih di bawah numerik tadi, sistem akan mengunci.

"Nah di sinilah diperlukan nilai tertinggi, jadi kalau di setting cuma (katakanlah) Rp1.000.000,00, ketika nasabah transaksi sampai Rp5.000.000,00 yang bs diblokir oleh system hanya Rp1.000.000,00 sisanya Rp4.000.000,00 enggak bisa," jelasnya.

"Makanya dikasih saja sekalian angka yang ‘impossible’, jadi rekening tersebut pasti aman memblokir berapapun nilai transaksi. Karena asumsinya tidak mungkin nasabah punya uang diatas sebesar itu (Rp100.000.000.000.000,00,"). Teknis sih. Kan BNI juga sudah menjelaskan. Begitu ya," katanya.

PPATK Sempat Bekukan Rekening Brigadir J

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pemblokiran terhadap rekening milik Brigadir J alias Nofrianysah Yosua Hutabarat. Penghentian transaksi sementara itu dilakukan sejak 18 Agustus 2022 lalu.

"PPATK meminta penyedia jasa keuangan untuk melakukan penghentian sementara transaksi atas pendebetan atau penarikan terhadap rekening NY pada tanggal 18 Agustus 2022," kata Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK Natsir Kongah dalam keterangannya, Jumat (25/11).

Kendati demikian, ia menegaskan, penghentian transaksi itu tidak menghalangi adanya transaksi kredit atau dana masuk ke rekening nasabah yang dihentikan tersebut.

"Atas penghentian sementara transaksi yang dimintakan oleh PPATK, penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan berita acara penghentian sementara transaksi kepada nasabah penyedia jasa keuangan, paling lambat 1 hari kerja setelah pelaksanaan penghentian sementara transaksi," tegasnya.

"Dalam proses penghentian sementara transaksi, nilai nominal tertinggi pembekuan yang bisa dilakukan oleh pihak bank terhadap rekening yang dibekukan, tidak dapat ditafsirkan sebagai nilai saldo dalam rekening tersebut," sambungnya.

Ia menjelaskan, setiap transaksi yang dilakukan di sistem perbankan akan tercatat dan dapat dilakukan penelusuran oleh PPATK. "Sehingga, kebenaran setiap transaksi ataupun nilai saldonya dapat dipertanggungjawabkan," jelasnya.

Selain itu, terkait dengan penghentian sementara transaksi tersebut dilakukannya berdasarkan Pasal 44 ayat 1 huruf I Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Dalam rangka melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berwenang meminta penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana," katanya.


Tulis Komentar