Di balik kebijakan ini, muncul kecurigaan adanya agenda tersembunyi yang memerlukan pengawasan ketat, terutama dari aparat penegak hukum.
Anggota DPRD Pekanbaru dari Komisi IV, Pangkat Purba, dengan tegas menyebutkan adanya “udang di balik batu” dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) darurat sampah tersebut.
“Seharusnya SK ini dikeluarkan jika memang situasinya sudah benar-benar tidak terkendali. Namun, faktanya, PT Ella Pratama Prakasa (EPP) selaku perusahaan pengangkut sampah tahun 2025 sebagai pemenang tender sudah berkomitmen untuk menyelesaikan persoalan sampah di Pekanbaru hingga akhir Januari 2025. Lantas, mengapa status ini dibuat?” ujar Pangkat Purba, Rabu (15/1).
Tudingan Bermuatan Kepentingan
Menurut Pangkat Purba, SK darurat sampah memungkinkan pemerintah kota untuk menggeser anggaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) demi mengatasi masalah tersebut. Namun, langkah ini dianggap tidak transparan, terlebih keputusan ini dibuat tanpa melibatkan DPRD dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
“Mengapa tidak ada pembahasan bersama? Jika pemerintah kota tidak yakin dengan kemampuan perusahaan yang memenangkan tender, kenapa tidak melanjutkan saja dengan pengelola lama? Apakah ada kepentingan tertentu di balik kebijakan ini?” tambahnya.
Lebih lanjut, Pangkat Purba menyebut bahwa kondisi keuangan kota yang tengah menghadapi utang lebih dari Rp300 miliar kepada pihak ketiga semakin memperburuk situasi. Dengan status darurat sampah, anggaran dari berbagai OPD bisa digunakan tanpa proses yang transparan, membuka potensi penyalahgunaan.
Polemik Tender dan Realisasi Janji
Polemik ini tak lepas dari sorotan terhadap PT EEP, perusahaan yang memenangkan tender pengelolaan sampah di Pekanbaru. Hingga kini, kinerja perusahaan tersebut dinilai belum optimal. Komisi IV DPRD Pekanbaru bahkan memanggil pihak perusahaan untuk mempertanyakan kesanggupan mereka mengatasi persoalan sampah.
Dalam pertemuan itu, PT EEP menjanjikan bahwa seluruh sampah akan terangkut hingga Pekanbaru bersih pada 31 Januari 2025. Namun, Pangkat Purba mempertanyakan dasar Pj Wali Kota menetapkan status darurat sebelum batas waktu tersebut tercapai.
“Jika PT EEP sudah berjanji, mengapa langkah darurat diambil sebelum tenggat waktu mereka? Ini seperti memberi sinyal ketidakpercayaan kepada perusahaan yang telah dipilih sendiri oleh Pj Wali Kota,” ujar Pangkat.
Desakan Transparansi dan Pengawasan
Pangkat Purba, yang juga mantan hakim, menegaskan bahwa aparat penegak hukum perlu memantau perjalanan SK darurat sampah ini. Ia khawatir kebijakan tersebut akan menciptakan preseden buruk dan menimbulkan kecurigaan publik terhadap integritas pengelolaan keuangan daerah.
“Jika situasi ini terus berlanjut tanpa transparansi, kami khawatir Pekanbaru bukan hanya terjebak dalam masalah sampah, tapi juga dalam krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah kota,” tutup Pangkat.
Tulis Komentar