LEGISLATOR

DPRD Warning Kabag Hukum: Jangan Buat ''Jebakan Batman'' untuk Agung Nugroho

Ilustrasi foto

GILANGNEWS.COM - Pekanbaru kembali diguncang polemik kebijakan. Kali ini, Peraturan Wali Kota (Perwako) Nomor 2 Tahun 2025 yang mencabut Lampiran I poin 3 dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi bahan perdebatan sengit.

Di satu sisi, kebijakan ini disebut-sebut sebagai langkah pemerintah untuk menyesuaikan tarif parkir demi kepentingan masyarakat.

Namun di sisi lain, banyak pihak menilai pencabutan lampiran Perda melalui Perwako adalah bentuk pelanggaran hukum yang bisa berujung pada permasalahan serius.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru, Edi Susanto, S.H, tetap teguh dalam pembelaannya. Dalam wawancara dengan Gilangnews.com pada Rabu (5/3/2025), Edi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak menyalahi aturan hukum.

"Jadi yang dicabut itu hanya lampiran saja, kalau tidak dicabut aturan mana yang akan dipakai? Pasti orang akan mengakui peraturan yang berlaku di Perda karena Perda lebih tinggi dari Perwako," ujarnya.

Ia pun berdalih bahwa pencabutan lampiran tersebut sah secara hukum dengan menerapkan asas lex specialis derogat legi generalis—hukum yang lebih khusus mengesampingkan hukum yang lebih umum.

Menurutnya, Pasal 70 dalam Perda memberi ruang kepada kepala daerah untuk menetapkan tarif parkir melalui peninjauan ulang.

Namun, argumentasi ini justru semakin menyulut kontroversi. Viktor Parulian, S.H., Anggota Komisi I DPRD Pekanbaru, menilai bahwa pencabutan lampiran dalam Perda melalui Perwako adalah tindakan melampaui kewenangan.

"Lampiran itu bagian dari Perda, memiliki kekuatan hukum yang sama. Jika mau diubah, seharusnya melalui revisi Perda, bukan Perwako," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Viktor juga mempertanyakan langkah Pemkot Pekanbaru ini. "Kalau Perda bisa diubah hanya dengan Perwako, buat apa ada DPRD? Ini bukan soal tarif murah atau mahal, ini soal aturan main yang harus jelas," ujarnya.

Menariknya, Edi Susanto justru mempersilahkan mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung atau melaporkan ke Kementerian Dalam Negeri. "Kalau ada yang merasa Perwako ini salah, silakan diuji secara hukum. Karena disanalah kita baru tahu benar atau salahnya ," katanya.

Pernyataan ini semakin menarik. "Seharusnya Pemkot memahami hierarki hukum dengan benar. Kalau mau main uji materi, jangan-jangan semua kebijakan bisa dibuat dulu, lalu diserahkan ke pengadilan untuk diuji belakangan. Ini bukan cara yang bertanggung jawab," ujar Viktor yang terbilang vokal dalam urusan hukum.

Ia menegaskan bahwa dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bukan hanya soal parkir yang diatur, tetapi juga pajak daerah lainnya, termasuk retribusi sampah dan berbagai ketentuan lainnya. "Jangan sampai kita seenaknya mencabut lampiran Perda satu per satu dengan Perwako," tegasnya.

Viktor juga mengingatkan agar Kabag Hukum tidak menjerumuskan Wali Kota Agung Nugroho dengan memberikan masukan yang keliru dan membuat jebakan "Batman" Walikota.

"Ini yang disebut ABS (Asal Bapak Senang,red). Kami tidak ingin Pekanbaru dipimpin dengan kebijakan yang bermasalah secara hukum. Berikan masukan yang benar kepada wali kota dan wakil wali kota terpilih ini."

Sebagai kesimpulan, Viktor menegaskan bahwa Perwako tidak boleh mencabut lampiran Perda karena lampiran merupakan bagian sah dari Perda dan memiliki kekuatan hukum yang sama. Jika ingin diubah, mekanismenya harus melalui revisi atau perubahan Perda oleh DPRD, tutupnya.

Polemik ini belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Apakah Perwako Nomor 2 Tahun 2025 akan bertahan? Atau justru berujung pada pembatalan oleh pemerintah pusat? Yang jelas, kontroversi ini menjadi cermin bagaimana hukum dan kebijakan publik di Pekanbaru sedang diuji oleh kepentingan dan kekuasaan.

 


Tulis Komentar