Nasional

Jokowi Tak Mau Teken UU MD3, DPR Minta 'Jangan Ambekan'

DPR berharap Presiden Joko Widodo berpikir ulang sebelum mengambil keputusan tidak meneken UU MD3.

GILANGNEWS.COM - Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menghormati rencana Presiden Joko Widodo yang membuka opsi tidak menandatangani hasil revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3). Namun, Jokowi diminta mendalami dulu UU MD3 sebelum memutuskan hal tersebut.

Menurut Taufik, pengesahan revisi UU MD3 sudah sesuai prosedur dan melibatkan pemerintah dengan parlemen hingga di rapat paripurna.

"Tapi seandainya presiden dalam posisi terakhir belum setuju, masih perlu pendalaman, ya kita beri kesempatan sepenuhnya kepada presiden," kata Taufik di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/2).

Karena telah diputuskan di dalam rapat paripurna, kata Taufik, UU MD3 sudah bukan lagi menjadi domain DPR. Untuk itu, jika ada dinamika di pemerintah, maka Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly agar mengkonsolidasikannya.

Hal itu termasuk pasal-pasal kontroversial yang dianggap mencederai demokrasi seperti imunitas anggota parlemen maupun pemanggilan paksa yang melibatkan Kepolisian.

Taufik pun meminta persoalan ini tidak perlu didramatisasi karena UU MD3 sudah melalui proses pembahasan bersama antara pemerintah dengan DPR. Nantinya pimpinan dewan bakal membahas hal ini usai reses.

"Ini hal yang biasa, tidak ada yang perlu didramatisir, mungkin ada yang perlu dikonsolidasikan lebih lanjut tentu kita hormati," ujarnya.

Jokowi Jangan Mutung

Badan Legislasi DPR meminta Jokowi menjaga hubungan antara pemerintah dengan parlemen terkait penandatanganan UU MD3 yang telah disahkan dalam rapat paripurna.

Wakil Ketua Baleg DPR Totok Daryanto menilai, Jokowi sebaiknya bersikap negarawan karena UU MD3 sudah dibahas bersama antara pemerintah dengan parlemen.

"Jadi saya kira sebaiknya mengedepankan sikap kenegarawanan, tidak menunjukan sikap yang seperti kalau orang Jawa bilang seperti mutung, ngambek," kata Totok saat dikonfirmasi terpisah.

Totok menilai, dalam berpolitik sebaiknya Jokowi tidak mengedepankan sikap mutung atau ambek karena akan memicu ketegangan dalam hubungan antarlembaga maupun kondusifitas iklim perpolitikan nasional.

"Dan itu jg akan berpengaruh pada sektor-sektor lain. Ekonomi, kepercayaan publik, internasional juga, kok demokrasi di Indonesia tidak berjalan dengan smooth. Jadi kesan itu sebaiknya dihindari," katanya.

Meski baru mendengar pernyataan Jokowi melalui media, Totok menyarankan agar segera digelar rapat kerja antara pemerintah dengan DPR atau jalan lainnya dengan lobi yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

"Pak Yasonna bisa ketemu dengan pimpinan Baleg, pimpinan dewan untuk membahas mana bagian-bagian yang membuat Pak Presiden itu kurang berkenan," ujarnya.

Totok menduga keengganan Jokowi untuk segera menandatangani UU MD3 karena terpengaruh dengan framing di media massa bahwa terdapat aturan yang membuat parlemen tidak dapat dikritik dan dianggap melawan demokrasi.

Terlepas dari itu, kata Totok, UU MD3 tetap bakal sah dan berlaku dengan sendirinya setelah 30 hari terhitung dari pengesahan di rapat paripurna. Apalagi secara formal pemerintah sudah menyatakan persetujuan.

"Ya dengan sendirinya seperti itu. Karena UU yang belum ditandatangani presiden belum sah sebagai UU, walaupun ada jangka waktunl 30 hari. Itu juga merupakan tafsir hukum. Tapi terserah pimpinan dewan. Opsinya bagaimana," katanya.

Berdasarkan Pasal 73 ayat 1 dan 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Aturan Perundang-undangan disebutkan bahwa Presiden mengesahkan dengan menandatangani RUU hasil persetujuan selama 30 hari sejak disetujui.

Namun jika dalam 30 hari Presiden tidak menandatangani RUU hasil persetujuan antara DPR dengan pemerintah maka RUU tersebut tetap sah menjadi UU.

Sebelumnya, Yasonna mengungkapkan terbukanya kemungkinan Presiden Joko Widodo tidak akan menandatangani revisi UU MD3 yang telah disahkan DPR pada 12 Februari lalu.

Yasonna mengatakan karena ada beberapa pasal kontreverial seperti yang terkait dengan imunitas DPR yaitu memproses penghina atau oknum yang merendahkan martabat anggota serta lembaga DPR.

"Presiden cukup kaget makanya saya jelaskan. Dari apa yang disampaikan, belum menandatangani dan kemungkinan tidak menandatangani," ujar Yasona di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.


Tulis Komentar