GILANGNEWS.COM - Jaringan Buruh Migran (JBM) menyebut jumlah kasus kematian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) meningkat. Padahal, kasus pekerja migran secara keseluruhan menurun.
Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Sekretaris Nasional JBM Savitri Wishnuwardhani mengatakan, kasus kematian TKI mencapai 217 orang pada tahun lalu. Jumlah itu bertambah 27 kasus dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 190 kasus kematian.
"Terdapat 4.860 pengaduan di 2016. Di tahun berikutnya, ada 4.475 aduan. Jadi, berkurang 425 kasus buruh migran. Tapi, yang meninggal dunia meningkat. Di 2016, 190 buruh migran kita meninggal. Di tahun lalu, ada 217 orang yang meninggal," tutur Savitri, Minggu (25/2).
Buruh migran yang meninggal, ia melanjutkan, kebanyakan berbasis di Taiwan dan Malaysia. Harap maklum, kedua negara tersebut merupakan tujuan yang paling banyak dipilih TKI.
Kendati demikian, data tersebut tidak memperlihatkan apakah kasus kematian itu diakibatkan oleh kekerasan.
Kasus buruh migran kembali menjadi sorotan setelah Adelina, pekerja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) di Malaysia, yang meninggal lantaran perlakuan tidak layak majikan, seperti tidak memberikan makanan dan membiarkan Adelina tidur dengan anjing.
Pekerja Gelap
Selain kematian, JBM juga mencatat peningkatan kasus pekerja migran yang tidak berdokumen alias ilegal, yaitu sebanyak 254 orang. Sementara, kasus overcharging (kelebihan jam kerja) dan overstay (tinggal lebih lama daripada waktu yang ditentukan) meningkat 33 orang dibandingkan 2016 lalu.
Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI ) juga melaporkan telah melihat peningkatan kasus pelanggaran kontraktual sebanyak 1.050 kasus selama periode 2016-2017.
Menurut Savitri, belum menurunnya kasus pekerja migran dikarenakan kebijakan tata kelola perlindungan pekerja migran yang belum terimplementasi dan diawasi dengan baik.
Meskipun UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia telah disahkan, namun masih belum bisa diimplementasikan karena masih dalam masa transisi dua tahun.
"Kasus-kasus ini masih terjadi karena kita masih menggunakan undang-undang turunan dari UU PPMI yang disahkan di 2017 yaitu UU 39/2004," katanya.
Tulis Komentar