Nasional

Bukan Kesadaran, DPR Nilai Registrasi Karena Takut Diblokir

Ilustrasi

GILANGNEWS.COM - Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menduga tingkat partisipasi masyarakat untuk melakukan registrasi kartu prabayar bukan dilandaskan kesadaran untuk melindungi data pribadi atau nomor telepon dari tindak kejahatan.

"Saya duga banyak orang yang meregistrasi ini karena takut akses komunikasi diblok bukan karena untuk kesadaran agar data aman dan lain-lain," kata Hanafi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (10/3).

Hingga saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengklaim sebanyak 339 juta pelanggan sudah meregistrasi kartu prabayarnya dengan mendaftarkan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK).

Menurut Hanafi, registrasi kartu prabayar atau rencana pemberlakuan identitas tunggal di media sosial, bukan satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan kejahatan tindak pidana yang menggunakan data nomor telepon dan hoaks.

Registrasi maupun identitas tunggal kata dia, hanya merekam data identitas untuk berbagai kepentingan pelayanan publik tanpa ada jaminan keamanan.

"Tapi instansi harus diikat oleh jaminan bahwa datanya aman dan terlindungi," kata Hanafi.

Hanafi memprediksi masyarakat yang belum meregistrasi sebagai cara menguji kebijakan pendaftaran kartu prabayar ini. Sebab, hingga kini masyarakat yang belum meregistrasi tetap dapat menggunakan nomornya untuk berkomunikasi dan berujung tersebarnya kabar hoaks.

Untuk itu Hanafi meminta agar pemerintah melalui Kominfo agar segera mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi ke parlemen.

Ini sekaligus menyusul maraknya penyalahgunaan data pribadi termasuk kasus dugaan pencurian identitas kependudukan dalam proses registrasi kartu prabayar.

"Sehingga saya harapkan segera muncul juga kelegaan bagi ratusan juta warga yang sudah melakukan registrasi. Supaya ada rasa aman, adil, terlindungi muncul," katanya.

Pentingnya regulasi setingkat UU yang mengatur perlindungan data pribadi kata dia, karena banyak UU serupa belum mengakomodasi hal tersebut. Warga disebut belum memiliki kontrol atas datanya yang diserahkan kepada pemerintah.

Peraturan Menkominfo tentang penyelengggaraan sistem elektronik pun dianggap belum cukup karena tidak setingkat UU.

"Ketika negara lain sudah siap dengan perlindungan data pribadi, kita tidak lagi bicara tentang hak asesnya tapi data proteksi yang harus dikedepankan," ujarnya.

Menanggapi itu, Staf Khusus Menkominfo Henri Subiakto mengatakan drar RUU tentang Perlindangan Data Pribadi sudah siap dan tinggal diproses untuk masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

"Nah itu kendala-kendala teknis saya katakan antrean. Kenapa antri? Mohon maaf tidak semua RUU itu selesai, masih banyak RUU belum selesai," ujar Henri terpisah.

Salah satunya adalah RUU Penyiaran yang saat ini proses pembahasannya masih mandek di parlemen.

"Itu artinya mengurangi kecepatan antrian tadi. Kalau itu naik, dia naik cepat ke atas. Jadi kalau antrian itu tidak hanya di DPR tapi juga pemerintah, karena pemerintah punya kebijakan jangan banyak-banyak, dibatasi supaya efektif. Menteri mencoba untuk mempercepat RUU itu," kata dia.


Tulis Komentar