Nasional

PBB Sebut Swasembada Beras Bukan Solusi Ketahanan Pangan RI

PBB menganggap kebijakan pemerintah Indonesia yang berfokus pada swasembada beras bukan solusi jangka panjang bagi ketahanan pangan dan gizi nasional.

GILANGNEWS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menganggap kebijakan pemerintah Indonesia yang berfokus pada swasembada beras bukan solusi jangka panjang bagi ketahanan pangan dan gizi nasional.

Sebab, Pelapor Khusus untuk Hak Atas Pangan Dewan HAM PBB, Hilal Elver, mengatakan tidak semua masyarakat di seluruh wilayah Indonesia mengandalkan beras sebagai makanan pokoknya.

Sebagai contoh, paparnya, kebijakan pemerintah guna mengurangi kerawanan pangan di sejumlah tempat seperti di Lumbung Pangan dan Energi Terpadu Merauke masih terlalu fokus pada komoditas beras. Padahal, tak semua warga di Papua menganggap beras sebagai makanan pokok mereka.


"Kebijakan pangan harus didiversifikasi. Kebijakan pangan yang berfokus pada swasembada beras saat ini tidak akan memberikan solusi jangka panjang bagi ktehanan pangan dan gizi serta praktik pertanian berkelanjutan," ucap Elver dalam jumpa persnya di Jakarta, Rabu (18/4).

"Dibeberapa tempat yang kami kunjungi, masyarakatnya tidak selalu menerima beras sebagai bahan pokok. Misalkan di wilayah Indonesia Timur, masyarakat di sana lebih memilih sagu sebagai makanan pokok mereka," lanjutnya.

Elver mengatakan karena itu pemerintah harus bisa menyesuaikan kebijakan soal ketahanan pangan nasional berdasarkan wilayah, kebutuhan warga, dan budaya setempat.

Walaupun pemerintah sudah menyediakan subsidi dan mempromosikan pertanian demi meningkatkan ketahanan pangan nasional, Elver menganggap kebijakan dan implementasi di lapangan tidak selalu peka terhadap kebutuhan warga dan budaya setempat.

Elver juga menekankan bahwa ketahanan pangan nasional tak hanya menyoal kuantitas, tapi juga kualitas. Pemerintah, menurutnya, juga harus bisa menjamin bahwa kualitas konsumsi pangan dan nilai gizi masyarakat seimbang.

Selama ini Elver menilai sebagian besar masyarakat Indonesia terlalu fokus mengkonsumsi karbohidrat, sementara nilai konsums protein dan mineral kurang begitu diperhatikan. Menurut Bank Dunia, 92 persen populasi Indonesia mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan jauh lebih sedikit daripada yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hal tersebut, paparnya, juga berpengaruh terhadap kualitas pemenuhan hak masyarakat terhadap pangan.

Elver juga turut menyinggung sjumlah kebijakan pemerintah belakangan yang memutuskan untuk mengimpor beras, garam, dan gula. Menurutnya, kebijakan impor dalam beberapa kasus diperlukan pemerintah karena dilakukan demi menghindari kelangkaan stok pangan domestik yang hanya akan menimbulkan kenaikan harga.

Meski begitu, Elver menilai kebijakan impor tidak bisa selamanya pemerintah bisa mengandalkan impor untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Sebab, kebijakan impor juga bergantung pada situasi pasar serta ekonomi internasional yang fluktuatif.

"Pada akhirnya pemerintah harus bisa mengkalkulasi dan mencari solusi jangka pendek dan panjang untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional," ujar Elver.

"Indonesia memiliki hukum dan kebijakan yang relatif baik dan kondusif untuk merealisasikan hak atas pangan masyarakatnya. Namun, tidak semua kebijakan itu diimplementasikan secara efektif dan tepat waktu. Banyak yang harus dilakukan lagi oleh pemerintah soal ini," kata pelapor khusus HAM PBB bidang Pangan tersebut.


Tulis Komentar