Akan dibangun menjadi area hotel, sebidang tanah di desa Patiala, Kecamatan Lamboya, Sumba Barat yang diklaim dimiliki PT. Sutera Marosi sejak tahun 1994 menjadi sumber perselisihan.
Kronologi perselisihan warga dan polisi
Menurut Bupati Sumba Barat, Agustinus Niga Dapawole, sebagian wilayah tanah sudah dijual kembali oleh warga sehingga terjadi "penjualan dobel', sehingga harus dilakukan pengukuran ulang oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional).
Namun, Ketua Walhi NTT Umbu Wulang Paranggi mengatakan bahwa alasan penduduk menolak pengembangan itu adalah karena mereka yakin tanah itu adalah tanah terlantar dan tanah terindikasi terlantar.
"Masyarakat kemudian mempertanyakan legalitas perusahaan tersebut," kata Umbu Wulang.
Wargapun menjadikan lahan terlantar itu menjadi lahan perkebunan.
Ditambahkan Umbu bahwa "Sertifikat tanah, hak atas tanah, terbukti memenuhi hukum semua tetapi masyarakat tidak ditunjukkan sehingga warga tidak memberikan izin untuk mengukur tanah tersebut."
Bupati Niga memaparkan bahwa warga dan pemerintah setempat sudah bertemu untuk mediasi sebanyak tiga kali namun warga tetap menolak dilakukan pengukuran tanah yang terdiri atas empat bidang itu.
Pada pertemuan keempat pada Selasa (24/4), akhirnya dinyatakan bahwa akan dilakukan pengukuran tanah pada keesokan harinya.
Pengukuran tanah pun dilakukan pada Rabu (25/4), awalnya berjalan lancar meski warga tetap menolak.
Namun, menurut Ketua Walhi NTT Umbu Wulang, polisi kemudian marah terhadap warga yang mengambil foto dan merekam aktivitas pengukuran.
Polisi merampas ponsel dan melakukan pemukulan, beberapa warga yang ingin membela teman atau saudaranya pun melakukan pelemparan batu ke arah petugas
"Melihat ada tindakan kekerasan dari Polisi di lokasi pengukuran, warga yang berada di atas bukit turun ke lokasi bergerombol karena melihat ada kekerasan. Dan seketika polisi langsung mengeluarkan gas air mata dan penembakan dengan senjata ke arah warga," papar Umbu Wulang.
Insiden penembakan yang terjadi pada siang hari itu mengakibatkan seorang pria bernama Poroduka, 40 tahun, meninggal tertembak di dada dan pria lainnya Matiduka, terkena luka tembakan di di kedua kakinya.
Namun Bupati Niga menyangkal hal itu.
"Yang satu bilang kena tembak di kaki, tidak ada, itu kena batu," sanggah Bupati Niga mengenai kondisi warganya.
"Yang satu bilang kena tembak terus meninggal, di dalam otopsi itu tidak terdapat lubang peluru."
Ditambahkannya bahwa yang melakukan provokasi dalam kerusuhan itu adalah warga.
"Penyerangan yang dilakukan masyarakat terhadap petugas dengan menggunakan parang dan batu sehingga kepolisian memberikan tembakan peringatan agar jangan melakukan kekerasan terhadap petugas," kata Bupati Niga.
Saat ini korban tewas sudah dikembalikan ke keluarga. Keluarga korban, menurut Bupati Niga, tidak mengajukan tuntutan hukum.
Proses perhitungan tanah pun dihentikan sementara.
Tulis Komentar