GILANGNEWS.COM - Sejumlah masyarakat yang mengklaim berasal dari Aliansi Solidaritas Tragedi Hak Asasi Manusia di Marosi mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Tito Karnavian, mencopot Ajun Komisaris Besar Gusti Maychandra Lesmana dari jabatan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perwakilan Aliansi Solidaritas Tragedi HAM di Marosi, Mikael Umbu Zasa mengatakan Gusti tidak serius dalam menangani insiden penembakan warga penolak pengukuran lahan di pesisir Pantai Marosi, Desa Patiala Bawa, Kecamatan Lamboya, Sumba Barat bernama Poroduka (40) pada Rabu (25/4) silam.
Bahkan, menurutnya, Gusti diduga telah melakukan penipuan dengan cara menghilangkan barang bukti berupa proyektil yang kemudian ditemukan di sekitar Desa Patiala Bawa. Dia pun menduga, langkah itu dilakukan oleh Gusti demi membela anak buahnya.
"Dia (Gusti) tidak jujur melaporkan kepada atasan dan publik NTT, sebab sesungguhnya dengan melihat lubang di jenazah saja seharusnya seorang Kapolres tahu bahwa ini adalang hasil tembakan," kata Mikael kepada wartawan saat menggelar unjuk rasa di depan Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Kamis (3/5).
Dia juga meminta Tito memberikan sanksi displin kepada Gusti yang telah bertindak terlalu cepat dalam mengambil kesimpulan, sehingga mengabaikan seluruh fakta dan barang bukti hasil autopsi jenazah Poroduka.
Selain itu, Mikael juga megatakan bahwa pihaknya meminta Kapolri memeriksa Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Inspektur Jenderal Raja Erizman dan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda NTT, Komisaris Besar Jules Abraham Abast, karena telah memberikan pernyataan yang menyimpang jauh dari kesaksian warga seputar penembakan di Pantai Marosi.
Mikael melanjutkan, pihaknya pun meminta Presiden Joko Widodo dan Polri segera membentuk tim independen untuk menyelidik kasus penembakan yang menewaskan Poroduka.
Aliansi juga meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumba Barat untuk diperiksa secara tersendiri karena tidak mampu melakukan mediasi dalam konflik pertanahan. Menurutnya BPN Sumba Barat malah melibatkan polisi bersenjata lengkap yang berujung pada terjadinya penembakan yang menewaskan Poroduka.
"Ketidakmampuan (Kepala BPN Sumba Barat) melakukan mediasi atas konflik tanah maka ia perlu dicopot dari jabatannya saat ini," ucap Mikael.
Terpisah, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, menuturkan pihaknya masih menunggu hasil autopsi Poroduka hingga saat ini. Dia pun berjani, pihaknya akan bersikap tegas apabila menemukan unsur pidana yang dilakukan oleh personel.
"Masih menunggu autopsi," ucap Setyo kepada wartawan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan pada Kamis (3/5).
Di sisi lain, jenderal bintang dua itu memastikan bahwa aparat kepolisian bertindak sesuai dengan prosedur dalam menjalankan tugas pengamanan. Setyo menyampaika, upaya preventif atau pencegahan seperti negosiasi selalu dilakukan lebih dahulu,
Senjata, lanjut dia, hanya digunakan bila situasi berubah menjadi tidak kondusif. Personel yang dibekali senjata pun, katanya, harus memiliki kualifikasi tertentu.
"Ada Peraturan Kapolri mengenai prosedur tetap penanganan kerusuhan massa, yang menggunakan senjata itu adalah anggota-anggota tertentu, tidak semuanya," ujar Setyo.
Warga menolak keberadaan PT Sutera Marosi yang dinilai tidak memiliki legalitas yang jelas dan menolak pengukuran lahan oleh dinas pertanahan setempat.
Tulis Komentar