Nasional

Dokumen rahasia Amerika: 'Presiden Clinton desak Presiden Soeharto teken perjanjian IMF'

Soeharto menandatangani surat kesediaan menerima bantuan IMF senilai US$43 miliar atau Rp620 triliun.

GILANGNEWS.COM - Dokumen rahasia pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan bagaimana 'Presiden Bill Clinton mendesak Presiden Soeharto untuk menerima berbagai persyaratan berat Dana Moneter Internasional (IMF) pada Januari 1998'.

Desakan ini terungkap dalam dokumen transkrip pembicaraan telepon antara Clinton dan Soeharto yang diterbitkan Arsip Keamanan Nasional AS (NSA) pada 24 Juli 2018.

NSA, satu lembaga nirlaba di Amerika, mendapatkan dokumen ini berdasarkan mekanisme yang diatur oleh Undang-Undang Kebebasan Informasi.

"Saya memahami Direktur Pelaksana IMF, Camdessus, akan berada di Jakarta dan saya mendesak Anda dan tim ekonomi Anda untuk bekerja sama secara erat dengannya," demikian salinan percakapan telepon kedua pemimpin negara pada tanggal 8 Januari, 1998 yang dibuka kepada umum oleh NSA.

Soeharto meminta bantuan guna mengatasi ekonomi Indonesia yang terus terpuruk. IMF kemudian memberikan bantuan US$43 miliar atau sekitar Rp620 triliun.

Krisis ekonomi yang tak kunjung pulih dan kekecewaan masyarakat yang meluas atas situasi politik kemudian berujung dengan mundurnya Soeharto pada 21 Mei 1998.

NSA merilis sejumlah dokumen tentang situasi Indonesia pada 1997-1998, antara lain soal Prabowo Subianto, yang oleh salah seorang pemimpin gerakan mahasiswa dikatakan 'memerintahkan penculikan aktivis, setelah menerima permintaan dari Soeharto'.

Banyak pihak mengatakan tidak terlalu terkejut dengan tekanan Clinton dari Partai Demokrat yang biasanya memang akan menggunakan cara ekonomi, jika negara lain tidak berjalan sesuai dengan keinginan Washington.

"Dalam bahasa negara kuat dengan negara lemah, apa pun yang dikatakan itu bersifat memaksa. Jadi urge (desakan) itu jangan dikatakan sebagai urging di antara friends yang of equal stature (teman yang setara). Kalau negara kuat itu meng-urge, artinya kamu harus," kata Suzie Sudarman, Direktur Pusat Kajian Wilayah Amerika, Universitas Indonesia.

"Zaman Clinton itu kan liberal internationalism (internasionalisme liberal). National security strategy (strategi keamanan nasional) mereka adalah enlargement of free market racydemoc (perluasaan demokrasi pasar bebas)," kata Suzie.

"Kalau Anda mempunyai ideologi dan views (pandangan) tertentu, tentunya kalau melihat negara seperti Indonesia yang waktu itu sedang santer-santernya monopoli dan bank-bank itu disalahgunakan oleh pemilik-pemilik bank, tentunya urge itu sudah nyaris rasanya memaksa," tambahnya.

Dari sisi ekonomi, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Iman Sugema, mengatakan tidak heran dengan usaha pemerintah Amerika menekan Indonesia.

"Sudah jelas bahwa IMF itu memberikan overdose obat. Dan itu sudah kentara dari misalnya letter of intent yang panjang dan sangat detil. Berbagai macam hal yang tidak ada hubungannya dengan crisis sekali pun, ikut di-reform. Yang terjadi adalah melakukan reform yang kebablasan."

Pada tahun 1998, Indonesia mengalami nilai tukar dolar Amerika dengan Rupiah yang begitu buruk, sampai 1US$ sama dengan sekitar Rp16.000 yang semakin memberatkan keadaan ekonomi dan politik.

Di berbagai tempat di Indonesia juga terjadi kerusuhan, yang memakan jiwa dan harta warga.

Tetapi mengapa Clinton, lewat IMF, tidak memberikan obat yang dapat menyembuhkan ekonomi? Salah satu alasannya karena semakin meluasnya korupsi di antara anak dan kroni Soeharto.

"Soeharto sudah tidak bisa diharapkan untuk, selain tua dan kemudian juga anak-anaknya, keluarganya sudah banyak berkecimpung dalam bisnis yang relatively corrupted (kurang lebih korup), kelihatannya ada perspektif di kalangan diplomat di Amerika, senior officials (pejabat tinggi), it's time for Soeharto to leave (saatnya bagi Soeharto untuk turun)," kata Iman Sugema yang meneliti krisis Indonesia pada saat itu.

"Kalau Anda tidak punya leaders (pemimpin) yang very acceptable (diterima luas) di Indonesia, Anda tentunya tidak akan mendapatkan benefit (keuntungan) yang banyak dari leaders tersebut," tambahnya.

Pada tanggal 21 Mei 1998, akhirnya Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun, harus mengundurkan diri sebagai presiden kedua Indonesia.

Jadi apa yang bisa dipelajari dari perlakuan pemerintah Amerika di akhir tahun 90-an tersebut, khususnya bagi Presiden Joko Widodo, mengingat Amerika sekarang di bawah Donald Trump dari Partai Republik yang akan lebih cenderung melakukan campur tangan militer dibandingkan cara ekonomi yang dilakukan Clinton?

"There is nothing new in it (Tidak ada yang baru, terkait dengan pengungkapan percakapan telepon Clinton-Soeharto). Hanya kita harus faham saja, oh posisi kita disini, kita harus hati-hati. Ini juga menjadi bekal bagi pak Jokowi kalau misalnya dia sampai menginginkan suatu bentuk model yang baru," kata Suzie Sudarman.

"Dan tidak bisa diharapkan, rakyat Indonesia, bahwa Jokowi akan memilih sesuatu yang nantinya akan dipukul habis. Kalau dia mengikuti IMF dan World Bank adalah karena itu pola yang paling aman," tambahnya.

Dalam kunjungannya ke Indonesia pada bulan Februari 2018, Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde mengatakan ekonomi Indonesia berjalan baik karena faktor konsumsi, investasi, dan ekspor berjalan dengan sangat bagus.


Tulis Komentar