Nasional

Gempa Lombok: Menangani bencana 'berjibaku 24 jam' di tengah gempa susulan

Menurut data BNPB, korban gempa yang tercatat hingga Rabu (15/08) sejumlah 460 orang meninggal dunia dengan korban luka-luka sebanyak 7.773 orang, sementara jumlah pengungsi tercatat 417.529 orang.

GILANGNEWS.COM - Rentetan gempa susulan kembali mengguncang wilayah Lombok ditengah langkah penanggulangan bencana yang tengah berjalan.

Badan penanggulangan bencana mengaku 'berjibaku dengan waktu', sementara warga mengeluhkan minimnya himbauan pemerintah terkait gempa susulan.

Satu gempa berkuatan tujuh pada skala Richter (SR) mengguncang Lombok Minggu (19/08) setelah sebelumnya dua gempa berkekuatan 6,5 dan 5,4 SR, melanda wilayah yang masih berupaya menanggulangi akibat gempa pada akhir Juli dan awal Agustus lalu.

Korban meninggal akibat rentetan gempa lebih dari 460 orang sejauh ini dan lebih dari 350.000 orang mengungsi.

Guncangan paling keras dirasakan di Sembalun, Lombok Timur, yang berlokasi di lereng Gunung Rinjani, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Seorang warga, Minardi yang tinggal di Desa Sembalun, yang berlokasi di lereng Gunung Rinjani, menuturkan getaran gempa terasa sangat besar.

"Semua pada panik. Kemudian dari gunung-gunung itu, kita kan di sekeliling gunung kan, batu-batu pada jatuh," jelas Minardi kepada wartawan, Minggu (19/08).

Namun, ia mengeluhkan minimnya respon dan himbauan dari pemerintah soal gempa susulan.

"Rata-rata masjid di Sembalun kan banyak yang retak juga. Nah sampai hari ini kan kita belum ada semacam ketentuan, baik dari pemerintah maupun siapa pun yang memberikan kita suatu rekomendasi apakah aman kita tempati atau tidak."

Hingga saat ini, Minardi dan keluarganya masih mengungsi di lapangan terbuka lantaran rumahnya rusak akibat gempa berkekuatan 6,4 SR yang mengguncang pada 29 Juli lalu yang memporak-porandakan desanya.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD NTB, Agung Pramudja mengakui pihaknya kini berjibaku dengan waktu memitigasi bencana di tengah gempa susulan.

"Jadi kita tetap berjibaku siang malam, 24 jam, untuk mengatur logistik dan menangani semua aktivitas, baik dari evakuasi, medical, trauma healing. Semuanya kami tangani," cetusnya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengakui, guncangan gempa memang tidak bisa diprediksi, namun langkah-langkah antisipasi terus ditingkatkan.

"Jadi melalui pendidikan kebencanaan, sosialisasi, latihan-latihan terus kita tingkatkan. Jadi kepada masyarakat umum ketika merasakan goncangan gempa, bagaimana secepatnya keluar rumah, keluar bangunan untuk berada di tempat lapang yang tidak berbahaya," jelas Sutopo.
Lereng Gunung Rinjani longsor

Imbas dari gempa gempa 6,5 SR telah menyebabkan longsor di beberapa titik lereng Gunung Rinjani, seperti di Bukit Pegangsingan dan Bukit Anak Dara, yang berlokasi di Sembalun Kabupaten Lombok Timur.

"Bukit Pegangsingan longsor, juga beberapa titik di Gunung Rinjani," ujar Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD NTB, Agung Pramudja.

Longsor yang terjadi jauh lebih besar ketimbang longsor akibat gempa 6,4 SR lalu, di mana material batu-batu dari bagian atas gunung longsor menuruni lereng sehingga menimbulkan debu di lereng Gunung Rinjani.

"Banyak terjadi kerusakan di Desa Sugiyan dan Sembalun, Lombok Timur," jelas Agung.

Menyusul longsor imbas dari gempa ini, Taman Nasional Gunung Rinjani masih ditutup mengingat gempa susulan yang terus terjadi.

Berdasarkan laporan pihak berwenang setempat, beberapa kerusakan rumah dan bangunan di Desa Korleko Selatan seperti menara Masjid Babussalam Dusun Lembak Daya, Kecamatan Sembalun.

Dua kios depan kantor Desa Madaen roboh.

Rumah masyarakat yang sebelumnya masih tegak namun rusak, akhirnya roboh akibat gempa 6,5 SR.

Warga Desa Sembalun yang sudah dua kali merasakan gempa hebat, Minardi, mengeluhkan minimnya himbauan pemerintah soal antisipasi gempa susulan. Padahal sejak gempa 6,4 SR yang mengguncang Lombok pada akhir Juli lalu, ratusan gempa susulan terus terjadi.

Gempa terkuat dengan kekuatan tujuh pada skala Richter terjadi pada Minggu (05/08).

"Itu yang kurang intens dilakukan sehingga ada masyarakat yang pulang ke rumah, (kemudian) kejadian (gempa) datang lagi."

"Nah sampai hari ini kan belum ada kriteria rumah yang belum dimasuki atau ndak," imbuh Minardi.

Berdasar analisis dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) goncangan gempa yang dirasa kali ini hanya goncangan sedang, dan tidak menimbulkan kerusakan yang parah.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan biasanya kerusakan bangunan terjadi jika kekuatan guncangan gempa di atas 6 MMI. Sedangkan guncangan gempa pada hari Minggu hanya berkisar 4 MMI.

"Oleh karena itu kita masih menganalisis apa yang terjadi di lapangan, memang masyarakat menjadi trauma. Di satu sisi masyarakat memang sudah bergerak untuk membersihkan puing-puing gempa dan sebagainya, kemudian terjadi gempa," cetusnya.

"Kita masih melakukan pendataaan apakah menambah korban jiwa," ujarnya.


Tulis Komentar