"Sesuai pasal 521, sanksinya pidana paling lama 2 tahun dan denda," ujar anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin kepada awak media, Senin (15/10/2018).
Aturan sanksi ini dijelaskan dalam Undang-Undang tentang Pemilu. Selain pidana penjara 2 tahun, peserta pemilu dapat dikenai sanksi denda paling banyak Rp 24 juta.
KPU juga telah menegaskan sekolah dan pesantren tidak boleh menjadi tempat kampanye. KPU mengatur larangan berkampanye di lembaga pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas pemerintah.
Namun, jika capres-cawapres hanya datang ke lembaga pendidikan untuk memberikan kuliah umum tapi tidak berkampanye, itu tidak jadi masalah.
"Saya kira, ada baiknyalah kandidat-kandidat itu tidak menodai kehormatan lembaga pendidikan, tempat ibadah, begitu ya. Sebab, kan lembaga pendidikan itu kan di mana kita menyemai nilai generasi bangsa kita agar mereka memahami nilai politik yang benar, etika politik yang benar. Janganlah itu dinodai dengan pesan politik yang sifatnya partisan," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Kamis (11/10).
Aturan terkait sanksi dan larangan ini terdapat dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sanksi tersebut terdapat pada pasal 521, sedangkan tentang larangan terdapat pada pasal 280 ayat 1. Berikut ini isi pasal tersebut:
Pasal 521
Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan pelaksanaan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Sedangkan pasal 280 ayat 1, berisi:
Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang:
(h) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Tulis Komentar