Nasional

Pembakar Bendera Minta Maaf kepada Masyarakat dan Umat Islam

Ilsutrasi. Terduga pelaku pembakaran mengakui aksinya sebagai spontanitas dan masih meyakini bendera yang mereka bakar adalah bendera HTI.

GILANGNEWS.COM - Tiga terduga pelaku pembakaran bendera pada Hari Santri Nasional melayangkan permintaan maaf. Hingga semalam, para terduga pelaku itu masih berstatus sebagai saksi.

Salah satu terduga mengatakan pembakaran dilakukan secara spontan tanpa ada instruksi dari organisasi. Alasannya, menurut dia, bendera yang dibakar merupakan bendera organisasi terlarang, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Satu, itu merupakan respons spontanitas kami. Tidak ada kaitannya sedikit pun dengan kebijakan Banser. Itu mutlak dari spontan respons kami. Yang kedua, bendera yang kami bakar itu ketika kejadian Senin kemarin itu merupakan bendera yang terlarang oleh pemerintah [organisasinya] yang sudah dilarang, yaitu bendera HTI," ujar salah satu terduga di Mapolres Garut, seperti dikutip dari beberapa media.

"Dan yang ketiga, saya di sini meminta maaf kepada seluruh elemen masyarakat wabil khusus umat Islam apabila peristiwa ini menjadikan ketidaknyamanan," sambungnya.

Atas tindakan pembakaran bendera hitam berkalimat tauhid yang disebut anggota Banser sebagai bendera HTI itu, polisi telah mengamankan tiga orang. Dua di antara yang diamankan adalah anggota Banser NU, dan satu lagi merupakan panitia Hari Santri Nasional di Limbangan, Kabupaten Garut. Polisi juga mengamankan barang bukti di antaranya seragam banser dan korek api.

"Kita mengamankan di sini kaitannya dengan situasi dan kondisi agar tidak terjadi kerusuhan. MUI sudah menyampaikan kemarin di Limbangan, menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum," ujar Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna.

Penasihat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Haikal Hassan mengaku telah menemui tiga terduga pelaku pembakaran bendera tersebut di Mapolres Garut.

Pertemuan tersebut, kata Haikal, didampingi pula oleh Kapolres Garut. Haikal menemui ketiga pelaku sebagai perwakilan ulama dan habaib yang tergabung dalam Badan Koordinasi Penanggulangan Penodaan Agama (Bakorpa).

"Mereka menyatakan menyesal dan mengaku tidak ada maksud untuk membakar bendera tauhid. Itu tadi ada rekamannya," kata Haikal kepada wartawan, Selasa (23/10).

Berbeda dengan yang diungkap salah satu terduga saat dirilis di Mapolres Garut, Haikal mengatakan dalam pertemuan mereka, ketiga pelaku mengaku melakukan pembakaran bendera berdasarkan instruksi dari atasan mereka. Namun Haikal mengaku tidak mendapatkan nama atasan tersebut.

"Ada perintah dari atasan untuk membakar semua bendera selain merah putih," ujar Haikal yang lalu meminta polisi untuk mencari sosok yang disebutnya sebagai aktor intelektual tersebut.

Polda Jawa Barat rencananya gelar perkara kasus pembakaran bendera hari ini. Kabid Humas Polda Jawa Barat AKBP Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan saat ini Direktorat Kriminal Umum Polda Jabar sudah berada di Garut untuk membantu proses penyelidikan awal.

Sementara mengenai sifat gelar perkara, kata Wisnu, sepenuhnya menjadi otoritas penyidik. Namun secara prosedural, gelar perkara bakal dilakukan secara terbuka terbatas.

Nanti polisi juga akan menghadirkan sejumlah ahli untuk dimintai keterangan mengenai kasus ini.

"Nanti kita akan melibatkan seperti pendapat ahli tata negara, ahli pidana dan ahli hukum Islam," kata dia soal pembakaran bendera yang oleh pelaku disebut bendera HTI.

HTI dicap sebagai organisasi terlarang di Indonesia karena dianggap berniat mengganti ideologi negara Indonesia dari Pancasila jadi khilafah. Pembubaran HTI itu sendiri buah dari penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017, yang kemudian menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Bendera yang dibakar sejumlah pria berseragam Banser di Garut akhir pekan lalu adalah bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid identik dengan bendera Ar-Rayah yang kerap dikibarkan massa HTI. Ar Rayah, bendera berwarna hitam dan aksara arab putih disebutkan sebagai panji perang pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Pasangan panji tersebut, yang juga kerap dibentang massa HTI adalah bendera dengan tulisan kalimat tauhid berwarna putih (Al-Liwa). Berbeda dengan Ar-Rayah, Al-Liwa memiliki fungsi sebagai bendera resmi negara Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW.

Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang membawahi organisasi Banser NU menyatakan aksi pembakaran itu terjadi setelah upaya provokasi seseorang yang mengeluarkan bendera dan ikat kepala hitam bertuliskan kalimat tauhid seraya berteriak Khilafah.

Sekretaris Pengurus Wilayah GP Ansor Jawa Barat, Johan Jouhar Anwari, kepada wartawan, menceritakan sebelum perayaan HSN ke-3 digelar, seluruh santri dari seluruh Ormas yang ada di wilayah Kecamatan Limbangan, Garut meneken tanda tangan perjanjian untuk melaksanakan perayaan HSN damai, termasuk tak boleh ada bendera selain Merah Putih.

"Tiba-tiba ada seorang membawa ransel dan mengeluarkan bendera HTI sambil berkoar-koar khilafah. Wajar bila kemudian anggota Banser emosi, karena sudah ada kesepakatan sebelumnya," kata Johan menceritakan kejadian pada hari-H.

"Itu yang memicu pembakaran," sambungnya.

Pembawa bendera yang disebut warga asal Cibatu, Garut, itu kemudian diamankan pihak berwajib untuk menjaga kelancaran acara.

"Orang itu tidak dipukuli, tidak diapa-apakan, langsung diamankan," kata Johan yang juga memastikan pihaknya memberikan pendampingan terhadap tiga anggota Banser yang sudah ditangkap polisi.

Sementara itu, terduga pelaku pembawa bendera hitam tersebut belum diamankan polisi hingga kini. Kemarin, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menyatakan polisi sedang mengejar pemilik bendera tersebut.

"Yang membawa bendera sudah diketahui identitasnya dan sedang dilakukan pengejaran," kata Setyo di Kantor MUI Jakarta, Selasa (23/10).


Tulis Komentar