Nasional

Keluarga korban Lion Air JT 610 gugat Boeing di AS

Para petugas KNKT memeriksa salah satu mesin pesawat Lion Air JT 610.

GILANGNEWS.COM - Keluarga korban pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada akhir Oktober lalu, mengajukan gugatan hukum terhadap Boeing, pembuat pesawat Boeing 737 MAX 8.

H Irianto, ayah penumpang dokter Rio Nanda Pratama, menggunakan jasa kantor pengacara Colson Hicks Eidson yang berkantor di Negara Bagian Florida, Amerika Serikat, dalam mengajukan gugatan.

"Kami telah mengajukan gugatan terhadap Boeing Company di Pengadilan Circuit, Cook County, Illinois, Amerika Serikat, markas perusahaan Boeing, atas nama klien kami, orang tua dari dokter Rio Nanda Pratama, korban meninggal dunia pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh ke laut," kata Curtis Miner dari kantor pengacara Colson Hicks Eidson dalam keterangan resmi.

Pada keterangan yang sama, H Irianto menyatakan bahwa "semua keluarga korban ingin mengetahui kebenaran dan penyebab tragedi ini, kesalahan serupa dihindari pada masa mendatang, dan mereka yang bertanggung jawab dibawa ke pengadilan".

"Saya mencari keadilan untuk putra saya dan semua orang yang kehilangan nyawanya dalam insiden itu," sebut H Irianto.

Apa isi gugatan terhadap Boeing?

Gugatan terhadap Boeing menyoroti sistem kendali otomatis penerbangan yang didesain untuk mencegah pilot menaikkan hidung pesawat "secara berbahaya".

Akan tetapi, "dalam kondisi-kondisi tertentu (sistem ini) bisa menukikkan hidung pesawat secara tak terduga dan sedemikiah kuat sehingga pilot tidak mampu menaikkannya kembali guna menghindari tabrakan".

"Fitur otomatis ini bisa menyala walaupun pilot menerbangkan pesawat secara manual dan tidak mengira komputer pengendali penerbangan akan menyala."

"Cukup mengagetkan mendengar dari pakar penerbangan dan kepala serikat pilot bahwa Boeing gagal memperingatkan pelanggan dan pilot pesawat 737 Max yang baru ini mengenai perubahan signifikan dalam sistem kendali penerbangan."

Curtis Miner menyatakan sesuai perjanjian internasional, badan penyelidik dari Indonesia dilarang menentukan siapa yang bertanggung jawab atau siapa yang bersalah.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), menurutnya, hanya diperbolehkan membuat rekomendasi keselamatan untuk industri penerbangan di masa depan.

"Inilah sebabnya mengapa tindakan hukum atas nama keluarga korban begitu vital," ujar Curtis Miner.

"Penyelidik dari pemerintah biasanya tidak menentukan siapa yang bersalah dan kompensasi yang adil kepada keluarga-keluarga ini tidak akan diberikan oleh penyelidik pemerintah. Itulah peran penting tuntutan hukum dalam tragedi seperti ini," sambungnya.

Sementara itu, Boeing menyatakan tidak bisa "mendiskusikan secara spesifik investigasi yang tengah berlangsung."

Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan pesawat Lion Air JT 610 mengalami kerusakan pada indikator kecepatan dalam empat penerbangan terakhir, termasuk saat jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober lalu.

"Memang kita sudah akui penerbangan dari Denpasar ke Jakarta ada masalah teknis. Ternyata begitu kita buka black boxnya memang yang dimaksud teknis tadi adalah masalah airspeed atau kecepatan dari pesawat," ucap Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Nurcahyo Utomo, 5 November lalu.

"Ternyata dari data black box itu, dua (penerbangan) sebelum Denpasar pun juga mengalami (kerusakan)," lanjutnya.

Berencana menikah

Dokter Rio Nanda Pratama merupakan salah satu dari 189 penumpang dan awak pesawat Lion Air JT 610 yang meninggal dunia.

Mendiang berencana melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya, Intan Indah Syari, pada 11 November 2018. Adapun resepsinya direncanakan tanggal 23 Desember, bertepatan dengan 13 tahun hubungan keduanya.

Namun, pada 11 November 2018, Intan Indah Syari dirias sebagai pengantin putri, sendirian, tanpa kehadiran Rio.


Tulis Komentar