Nasional

Salah Kaprah Soal 'Diet Plastik'

Ilustrasi sampah plastik

GILANGNEWS.COM - Berbagai gerakan untuk mengurangi pemakaian plastik sekarang ini tengah jadi tren. Bawa tumbler sendiri, tak lagi pakai sedotan plastik, sampai tak membawa kantong plastik sendiri.

Inisiasi gerakan ini memang akan membantu mengurangi timbunan sampah plastik dari berbagai hal yang terkecil dan kerap dilakukan sehari-hari. Hanya saja banyak orang yang masih salah kaprah soal diet plastik ini.

Bagi sebagian orang, Diet plastik kerap diasosiasikan dengan sama sekali tak memakai plastik dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ini adalah pengertian yang salah.

"Ini yang salah kaprah, diet plastik bukan berarti sama sekali enggak pakai plastik sama sekali, tapi mengurangi pemakaian sampah plastik sekali pakai. Satu hal yang pasti, kita enggak bisa hidup tanpa plastik," kata Dian Kurniawati dari perusahaan daur ulang Tridi Oasis Group yang berpartner dengan Yayasan Cinta Laut kepada media saat ajang Adidas Run for Oceans di Jakarta.

"Saya enggak bilang mereka salah kaprah, tapi hanya saja belum terkomunikasikan dengan benar."

Hal ini pun diungkapkan oleh sosiolog Dwi Winarno.

"Manusia hidup tanpa plastik itu mustahil. Mustahil meniadakan seluruh plastik," katanya.

Dian mengungkapkan bahwa banyak orang selama ini beranggapan bahwa diet plastik berarti mengurangi pemakaian plastik sekali pakai. Dan bukan sama sekali menghilangkan plastik dalam bentuk apapun dalam kehidupan sehari-hari.

Tak bisa dimungkiri kalau plastik merupakan bahan sintetis yang keberadannya kini tak bisa digantikan. Alat-alat dan kebutuhan lainnya masih menggunakan bahan yang terbuat dari plastik karena relatif murah dan tahan lama.

"Seakan-akan plastik itu super bad guy, padahal kalo dipikir lebih dalam dan komprehensif enggak gitu. Karena kalo enggak ada plastik, makanan enggak tahan lama, misalnya."

"Yang orang bilang itu enggak boleh plastik, padahal yang enggak bener adalah pakai sedotan plastik dan pakai plastik sekali pakai lainnya tapi buang sembarangan, masuk ke air dan dan enggak terdaur ulang. Itu yang tidak boleh," kata Dian.

Alih-alih hidup tanpa plastik, Dwi menyebut yang dapat dilakukan manusia adalah mengendalikan jumlah dan peredaran plastik untuk menghambat dampak buruk dari penggunaan plastik.

Aktivis lingkungan Muharram Atha juga sependapat. Menurutnya, setiap orang mesti pandai memilah plastik yang digunakan. Plastik sekali pakai dan tak bisa didaur ulang mesti ditinggalkan.

Daur ulang

Kampanye atau inisiasi serupa soal diet plastik ini diyakinkan bisa membantu menyetop aliran sampah plastik sekali pakai dari sumbernya.

Namun tak dimungkiri, masalah juga tak berhenti sampai di sini. Ada yang harus dilakukan kembali untuk mengatasi masalah sampah plastik yang sudah terlanjur menumpuk.

"Sebenarnya plastik bisa didaur ulang tapi yg jadi masalah di Indonesia masih plastik managemennya jelek sekali."

Ditambahkan Dian, sampai saat ini, industri daur ulang di Indonesia masih belum banyak. Totalnya baru 10 persen sampah plastik yang terdaur ulang.

Sampah plastik, kata Dian, dibagi menjadi beberapa kategori dilihat dari nilai ekonominya, yaitu low value dan high value.

Yang termasuk sampah plastik low value adalah plastik sachet, sedotan plastik, kantong kresek, dan plastik kiloan. Sedangkan yang termasuk high value adalah sampah botol plastik dan botol sampo.

"Artinya, ketika sampah plastik low value didaur ulang maka nilai ekonominya rendah sekali. Sedangkan mesin dan maintenancenya butuh invest tinggi. Jadi sebisa mungkin sampah sekali ini yang dikurangi pemakaiannya."


Tulis Komentar