Nasional

Indef Sebut Banyak Target Ekonomi Jokowi Meleset

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.

GILANGNEWS.COM - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai Presiden Joko Widodo tak boleh lagi terlalu banyak mengejar kebijakan populis pada periode kepemimpinan jilid dua. Pasalnya, banyak target ekonomi pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yang dinilai meleset.

Ekonom Senior Indef Didik J. Rachbini menuturkan satu-satunya target yang tercapai adalah tingkat inflasi. Sedangkan target yang meleset, yakni pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, cadangan devisa, dan lainnya.

"Hampir keseluruhan tidak terwujud. Dengan kritik kami, maka periode kedua tidak boleh lagi menjalankan kebijakan populis yang tidak targeted," katanya dalam diskusi online, Minggu (14/7).


Ia menjelaskan fokus utama yang perlu dicapai Jokowi dalam periode keduanya nanti adalah mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Dalam RPJMN 2015-2019, mantan Walikota Solo itu menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen, tetapi gagal lantaran pertumbuhan ekonomi mandek di angka 5 persen.

Menurut dia, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu didorong dari 5 persen ke 6,5 persen atau 7 persen. Hal ini mendesak dilakukan agar Indonesia lepas dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap).

"Sulit bagi Indonesia masuk dalam jajaran negara ekonomi besar ke-10 lalu ke-5 di dunia beberapa dekade mendatang, jika pertumbuhan terjebak di tingkat 5 persen," katanya.

Untuk itu, menurut dia, pemerintah perlu upaya ekstra mendorong pertumbuhan sektor industri karena memiliki sumbangan terbesar pada Produk Domestik Bruto (PDB). Apalagi, sektor industri hanya mampu tumbuh 3 persen-4 persen dalam lima tahun terakhir.

"Sebagai perbandingan 2-3 dekade yang lalu pertumbuhan sektor industri bisa mencapai 10 persen atau dua digit. Mana bisa sektor penting ini bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi jika lembek seperti ini," tuturnya.

Peneliti Indef Imadudin Abdullah menambahkan ekonomi Indonesia harus tumbuh lebih dari 7,5 persen per tahun untuk lepas dari jebakan middle income trap. Ini untuk memenuhi syarat negara berpendapatan menengah ke atas yakni Pendapatan Nasional Bruto (GNI) sebesar US$3.896-US$12.055 per kapita.

"Pemerintah selalu menyalahkan kondisi luar negeri padahal negara lain-lain masih bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi seperti Vietnam yang bisa tumbuh lebih dari 6 persen," jelasnya.

Pemerintah, menurut dia, perlu berfokus kepada tiga aspek yaitu inovasi dan daya saing, penguatan ekonomi dalam negeri melalui reindustrialisasi, dan pemerataan ekonomi.

Ia bilang inovasi dan daya saing bisa diperoleh melalui melalui pengembangan keterampilan, pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Sedangkan, penguatan ekonomi dapat ditempuh dengan menjadikan sektor industri sebagai penggerak utama roda pertumbuhan ekonomi.

"Terkait pemerataan ekonomi, maka penggunaan dana desa untuk 5 tahun ke depan harus benar-benar dimanfaatkan agar desa menjadi tulang punggung kesejahteraan untuk semua," katanya.

Kebijakan populis dalam era pemerintahan Jokowi, antara lain pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial.

Tercatat di era pemerintahan Jokowi, ada beberapa bantuan sosial yang ditonjolkan. Salah satunya, bantuan Program Keluarga Harapan yang pada 2019 ini total anggarannya Rp34,4 atau naik hampir dua kali lipat dibanding 2018 yang hanya Rp19,2 triliun.

Selain itu, Jokowi juga menggelontorkan bantuan pendidikan berbentuk Kartu Indonesia Pintar dan kesehatan yang berbentuk Kartu Indonesia Sehat.

Untuk kartu Indonesia Pintar anggaran yang digelontorkan untuk 2019 ini mencapai Rp11,2 triliun. Sementara untuk Kartu Indonesia Sehat, total anggaran yang digelontorkan pada 2019 ini mencapai Rp29,7 triliun.


Tulis Komentar