Nasional

Rupiah Menuju Rp14.200 per Dolar AS

Ilustrasi dolar AS dan rupiah.

GILANGNEWS.COM - Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.185 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Jumat (2/8) sore. Rupiah tercatat melemah 0,55 persen dibandingkan penutupan Kamis (1/8), yakni Rp14.116 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.203 per dolar AS atau melemah dibanding kemarin, yakni Rp14.098 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp14.179 hingga Rp14.230 per dolar AS.

Hari ini, sebagian besar mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Dolar Singapura melemah 0,05 persen, ringgit Malaysia melemah 0,32 persen, peso Filipina melemah 0,49 persen, yuan China melemah 0,65 persen, rupee India melemah 0,75 persen, dan won Korea Selatan melemah 0,76 persen.

Namun di sisi lain, terdapat pula mata uang yang menguat, seperti dolar Hong Kong sebesar 0,06 persen, yen Jepang sebesar 0,36 persen, dan baht Thailand melemah 0,39 persen.

Kemudian, pergerakan mata uang negara maju terbilang bervariasi terhadap dolar AS. Euro menguat sebesar 0,1 persen, namun dolar Australia melemah 0,21 persen dan poundsterling Inggris melemah 0,11 persen.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pelemahan rupiah dipicu oleh cuitan Presiden AS Donald Trump yang mengancam menerapkan bea masuk sebesar 10 persen kepada produk impor China sebesar US$300 miliar.

Langkah ini terbilang mengejutkan lantaran sehari sebelumnya bank sentral AS The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan Fed Rate sebesar 25 basis poin.

"Sangat mungkin China akan murka dan melancarkan serangan balasan balik mengenakan bea masuk terhadap produk-produk asal AS," jelas Ibrahim.

Tak hanya itu, genderang perang dagang antara Jepang dan Korea Selatan juga mulai dibunyikan setelah Jepang menghapus negara ginseng itu dari daftar negara permudahan perdagangan (whitelist).

Jepang beralasan, Korea Selatan telah gagal mengendalikan ekspornya dan pembicaraan selama tiga tahun seakan jalan di tempat.

"Selain itu, ada penurunan kepercayaan karena pengadilan Korea Selatan memutuskan bahwa sejumlah perusahaan Jepang wajib membayar kompensasi atas kerja paksa pada masa perang dunia II," tandas dia.


Tulis Komentar