Nasional

Siapa Pantas Gantikan Megawati?

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (tengah) bersama putrinya Puan Maharani (kiri) dan putranya Muhammad Prananda Prabowo (kedua kanan).

GILANGNEWS.COM - Trah alias keturunan Presiden pertama RI Sukarno di posisi Ketua Umum PDIP dianggap jadi pemersatu partai. Sosok Megawati Soekarnoputri sampai saat ini merupakan opsi yang terbaik untuk keberlangsungan partai banteng bermoncong putih.

Dua cucu Sukarno, Puan Maharani dan Prananda Prabowo, dianggap belum matang untuk mengurus PDIP. Sementara, Presiden Joko Widodo sebagai sosok di luar trah Sukarno dinilai punya peluang namun di sisi lain berpotensi memecah partai.

Regenerasi kepemimpinan PDIP jadi sorotan karena partai penguasa itu tengah menggelar Kongres V PDIP di Bali, 8 hingga 11 Agustus 2019. Agenda utama kongres ini adalah memilih ketua umum baru, meski sudah hampir dipastikan Megawati Soekarnoputri akan terpilih kembali secara aklamasi untuk menduduki jabatan tersebut.


Suksesi di pucuk pimpinan PDIP dinilai krusial mengingat Megawati kini telah berusia 72 tahun. Lantas muncul pertimbangan soal penggantinya yang mungkin berasal dari trah biologis Sukarno, seperti Puan dan Prananda, atau bukan trah biologis Sukarno, seperti Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, misalnya.

Direktur Eksekutif KedaKOPI Kunto Adi Wibowo mengatakan salah satu ancaman bagi PDIP bila kelak tak lagi dipimpin oleh sosok yang berasal dari trah biologis Sukarno adalah ditinggal pemilih.

Menurutnya, karakter masyarakat Indonesia yang masih memilih parpol berdasarkan ketokohan akan membuat PDIP sulit untuk tidak menjadikan sosok yang bukan trah biologis Sukarno sebagai ketua umum.

"Kehilangan basis pemilih tradisional dan itu risiko besar," kata Kunto kepada wartawan, Rabu (7/8).

Dia menjelaskan, parpol di Indonesia yang bisa keluar dari lingkaran pemilih tradisional saat ini baru Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Sementara PDIP, lanjutnya, sama seperti Partai Gerindra dan Demokrat, yang pemilihnya masih bersifat tradisional karena memilih parpol berdasarkan tokoh.

"PDIP sangat sadar kekuatan mereka atau vote mereka dapatkan dari pemilih tradisional," ucap Kunto.

Menurutnya, sosok yang memiliki 'nilai jual' di PDIP saat ini sebenarnya adalah Joko Widodo, Presiden RI. Namun, menurutnya, menyerahkan jabatan Ketua Umum PDIP kepada Jokowi yang notabene bukan trah biologis Sukarno dapat menimbulkan perpecahan di tubuh partai berlambang kepala banteng itu.

Di sisi lain, kata Kunto, Puan dan Prananda belum teruji kedewasaannya dalam berpolitik. Berangkat dari itu, ia berpendapat, pilihan terbaik bagi PDIP saat ini adalah menjadikan Megawati sebagai ketua umum lewat Kongres V PDIP.

"Perpecahan sangat mungkin karena trah Sukarno itu pemersatu yang tidak bisa diganggu. Di PDIP ketokohan selain Jokowi belum dewasa, belum teruji dalam banyak hal. Prananda dan Puan ini sedang di-grooming," ujarnya.

Marhaenisme Tetap Hidup

Ketua Pusat Studi Keamanan dan Politik Universitas Padjadjaran Muradi menilai PDIP akan baik-baik saja bila kelak tidak dipimpin yang bukan berasal dari trah biologis Sukarno.

"[PDIP] akan baik-baik saja, tidak ada masalah," ucap Muradi.

Lepas dari itu, menurutnya ada tiga hal menjadi alasan mengapa saat ini Megawati harus kembali menjadi Ketua Umum PDIP.

Pertama, PDIP adalah partai yang unik dan tidak bisa disamakan dengan partai nasionalis lain. Menurutnya, dibutuhkan simbol penguat ideologi sebagai basis PDIP.

Kedua, menjadi pemimpin di PDIP tidak mudah. Menurutnya, sosok Ketua Umum PDIP harus memiliki karisma, pengalaman, dan keterampilan.

Ketiga, menjadikan Megawati kembali sebagai Ketua Umum PDIP merupakan simbolisasi 'ibu' yang menjadi karakter PDIP dalam berpolitik selama ini

"Lebih ke simbolisasi, ada kenyamanan yang luar biasa dalam konsep ideologi," ucap Muradi.

Menurutnya, ideologi marhaen atau marhaenisme yang selama ini menjadi ciri khas dari sosok trah biologis Sukarno dan PDIP akan selalu hidup meskipun PDIP kelak tak lagi dipimpin sosok trah biologis Sukarno.

Dia berpendapat, marhaenisme akan terus menyesuaikan diri dengan perkembangan situasi politik di tengah masyarakat.

"Seandainya Puan memimpin, Puan harus bisa mendalami kepemimpinan Megawati yang mengintegarasikan politiknya dengan pemikiran Bung Karno," ujar dia.


Tulis Komentar