Nasional

Rupiah Kokoh Rp14.239 per Dolar AS Kena Efek BI dan The Fed

Ilustrasi rupiah dan dolar AS.

GILANGNEWS.COM - Nilai tukar rupiah tercatat di posisi Rp14.239 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pasar spot Kamis (22/8) sore. Rupiah menguat 0,03 persen dibandingkan penutupan pada Rabu (21/8) yakni Rp14.244 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.234 per dolar AS atau menguat dibanding kemarin Rp14.259 per dolar AS. Pada hari ini, rupiah berada pada rentang Rp14.226 per dolar AS hingga Rp14.247 per dolar AS.

Sore hari ini, sebagian besar mata uang utama Asia melemah terhadap dolar AS. Peso Filipina melemah 0,11 persen, ringgit Malaysia melemah 0,14 persen, dolar Singapura melemah 0,16 persen, yuan China melemah 0,35 persen, won Korea Selatan melemah 0,41 persen, dan rupee India melemah 0,5 persen.

Namun, terdapat juga mata uang yang menguat seperti dolar Hong Kong sebesar 0,01 persen, baht Thailand sebesar 0,03 persen, dan yen Jepang sebesar 0,22 persen.

Mata uang negara maju juga menguat terhadap dolar AS, seperti euro sebesar 0,13 persen dan poundsterling Inggris sebesar 0,21 persen. Sementara dolar Australia melemah 0,18 persen.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pergerakan rupiah hari ini disebabkan penurunan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar. 25 basis poin. Hal ini dilakukan BI untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tekanan ekonomi global.

Kemudian, pergerakan rupiah juga disebabkan atas antisipasi pidato Gubernur The Fed di Wyoming Jumat esok. Pelaku pasar menanti pidato tersebut setelah AS mulai menunjukkan tanda-tanda resesi setelah imbal hasil obligasi pemerintah jangka pendek lebih besar dibanding jangka panjang, atau biasa disebut inverted yield curve.

Pidato ini lebih ditunggu pelaku pasar ketimbang risalah The Fed (minutes of meeting) yang dirilis pada Rabu (21/8) waktu setempat. "Pasar masih secara luas mengharapkan penurunan suku bunga lebih lanjut karena pertumbuhan melambat," jelas Ibrahim, Kamis (22/8).


Tulis Komentar