GILANGNEWS.COM - Aksi menyampaikan pendapat yang dilakukan oleh puluhan mahasiswa asal Papua di depan Istana Negara RI, berakhir dengan damai dan tertib. Para peserta aksi terlihat berpelukan satu sama lain dalam proses berjalannya unjuk rasa.
Pantauan media di lokasi, mereka membubarkan diri pada pukul 17.30 WIB dengan pengawasan aparat kepolisian. Salah satu orator aksi mengatakan pihaknya akan bergegas ke kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang terletak di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Istana negara menjadi lokasi kedua setelah Markas Besar Angkatan Darat (Mabes AD) yang mereka sambangi. Orator aksi menyatakan bahwa yang dibutuhkan Papua bukanlah kesejahteraan pembangunan, melainkan kemerdekaan.
"Hari ini kita punya hari, masa depan Papua ada di tangan kita," ujarnya saat menyampaikan orasi.
Sebelumnya pada aksi di depan Mabes AD, Koordinator aksi Ambrosius meminta agar pemerintah Indonesia memberikan izin bagi Papua melakukan referendum. Menurut dia, referendum merupakan jalan ke luar agar diskriminasi dan rasisme terhadap masyarakat Papua tidak terulang kembali.
"Mahasiswa dan masyarakat Papua sudah sepakat meminta untuk referendum," ujar Ambrosius di sela aksi demonstrasi di depan Mabes TNI Angkatan Darat, Jakarta, Rabu (28/8).
Ambrosius melanjutkan, pihaknya tidak menginginkan otonomi khusus bagi Papua. Ia berkata kewenangan khusus itu tidak menyelesaikan masalah yang selama ini dialami oleh masyarakat Papua.
Ada 11 poin tuntutan yang disampaikan peserta aksi ini. Pertama, mengutuk pelaku pengepungan asrama Papua di Surabaya. Kedua, menghentikan rasialisme terhadap masyarakat Papua. Ketiga, hentikan aparat TNI/Polri yang melakukan provokasi.
Keempat, buka askes jurnalis nasional dan internasional di Papua. Kelima, demiliterisasi zona Nduga. Keenam, Pemprov Papua dan Papua Barat melepaskan pakaian dinas. Ketujuh, usir Papua sama halnya dengan mengusir penjajah. Kedelapan, menolak perpanjangan Otsus.
Kesembilan, membuka akses internet yang saat ini diblokir pemerintah. Kesepuluh, berikan hak untuk menentukan nasib sendiri untuk mengakhiri rasisme dan penjajahan West Papua. Terakhir, mahasiswa Papua dan Papua Barat siap eksodus.
Tulis Komentar